



Pendahuluan
Banyak bentuk aksi kolektif perempuan akar rumput yang dijelaskan di bab sebelumnya didukung, dan sebagian dibentuk oleh cara OMS memberikan dukungan bagi perempuan di desa-desa penelitian, khususnya di lokasi ‘intervensi’. Mengingat bahwa penelitian ini diambil dari sampel lokasi di mana OMS berusaha untuk mendukung perempuan desa (serta lokasi ‘kontrol’ yang tidak ada dukungan seperti itu), penting untuk menunjukkan pendekatan umum yang digunakan oleh OMS Mitra MAMPU ini—bekerja dengan dan melalui kelompok akar rumput bersama dengan advokasi yang lebih luas untuk mempromosikan inklusi gender, dengan tujuan memberdayakan perempuan. Ini merupakan jenis intervensi tertentu dari OMS. OMS lain mungkin menggunakan pendekatan yang berbeda, yang tidak terlalu berfokus pada tujuan inklusi dan pemberdayaan gender, tetapi mungkin memiliki implikasi pada aksi kolektif perempuan yang tidak dibahas dalam penelitian ini.
Namun demikian, temuan dalam bab ini dan bab selanjutnya bermanfaat bagi semua khalayak (tidak hanya OMS) untuk memahami bagaimana aksi kolektif perempuan akar rumput dapat didukung oleh berbagai jenis struktur kelompok yang melibatkan perempuan, dan bagaimana, atau melalui mekanisme apa, aktor eksternal mungkin membantu meningkatkan pengaruh perempuan di desa dan pada ranah yang lebih luas. Artinya, meskipun tidak bekerja dengan OMS sebagai mitra dalam inisiatif mendukung inklusi gender dan pengaruh perempuan dalam tata kelola pemerintahan dan struktur kekuasaan lainnya, beberapa karakteristik dari cara OMS dalam mendukung dan meningkatkan agensi perempuan di lokasi penelitian dapat menjadi pembelajaran penting bagi sektor, aktor dan lembaga lain yang terlibat dalam isu tata kelola pemerintahan, struktur kuasa, dan pembangunan sosial ekonomi yang inklusif gender.
Bab ini pertama-tama mengkaji kelompok yang dibentuk atau didukung oleh OMS yang terlibat dalam penelitian ini, sekali lagi mengacu pada UU Desa dan dampak pada tata kelola pemerintahan yang lebih luas. Kami juga mempelajari cara bagaimana bekerja dengan dan melalui kelompok dalam memfasilitasi dan meningkatkan agensi dan pengaruh perempuan desa. Meskipun OMS Mitra MAMPU memiliki kesamaan cara dalam bekerja dengan dan melalui kelompok akar rumput di desa penelitian, tetap banyak variasi lainnya dalam banyak hal, dari fokus sektoral mereka, hingga struktur organisasi mereka dan aspek lain dari model dukungan yang mereka berikan untuk perempuan desa. Oleh karena itu, kedua, bab ini juga mengkaji struktur organisasi yang mendasari OMS yang terlibat dalam penelitian ini dan variasi model dukungan dan struktur yang mereka berikan kepada perempuan desa dan aktor-aktor, organisasi, dan jejaring tingkat desa dan kabupaten lainnya. Kami mengidentifikasi kelebihan dan trade-off dari setiap pendekatan ini. Isi pembahasan dalam bab ini dideskripsikan dalam Gambar 20 di bawah ini.
Gambar 20: Struktur dan Isi Utama Bab 6

Mendukung perempuan desa melalui kelompok di desa: Memengaruhi tata kelola pemerintahan desa
Seperti disebutkan, sebelum dukungan OMS baru atau yang lebih luas diberikan kepada perempuan desa yang diteliti oleh studi ini, di banyak lokasi penelitian, kehidupan desa tidak lepas dari kelompok dan organisasi yang menyediakan ruang partisipasi bagi perempuan dan yang telah menyediakan dukungan untuk perempuan desa. Beberapa dari kelompok ini tentunya berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan, meskipun memiliki ruang lingkup yang sempit, keanggotaan yang kecil, atau jangkauan yang terbatas. Namun, banyak dari kelompok ini (atau jumlah perempuan yang signifikan), tidak selalu disertakan dalam proses pengambilan keputusan desa atau memiliki pengaruh pada struktur kekuasaan desa, penetapan prioritas pembangunan desa, dan hasil. Di antara mereka yang dilibatkan, kelompok ini tidak selalu mewakili keragaman kebutuhan dan prioritas yang ditentukan sendiri oleh perempuan atau memiliki pengaruh yang signifikan.
Oleh karena itu, OMS Mitra MAMPU yang diteliti dalam studi ini berupaya memberikan dukungan kepada perempuan desa dengan tujuan meningkatkan inklusi gender dan pemberdayaan perempuan, di antara inisiatif lainnya, baik dengan berkolaborasi dengan kelompok perempuan yang ada sehingga dapat mendiversifikasi dan memperluas keanggotaan dan fokus kelompok tersebut, atau dengan mendukung perempuan desa membentuk kelompok baru (baik untuk perempuan atau gender campuran). Kelompok-kelompok ini menyediakan wadah bagi perempuan untuk membangun hubungan dan dalam banyak kasus melakukan aksi kolektif akar rumput untuk menyuarakan dan memengaruhi perubahan.
Tabel 3 di bawah ini meringkas berbagai kelompok yang dibentuk untuk mendukung perempuan, atau kelompok yang sudah ada dan berkolaborasi dengan OMS Mitra MAMPU, yang dipetakan terhadap dampak UU Desa. Informasi lebih lanjut tentang cakupan penuh kegiatan Mitra ini untuk mendukung perempuan desa melalui berbagai jenis kelompok di luar lokasi penelitian tersedia di Lampiran 3. Di semua desa penelitian terdapat PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) dan Posyandu terkait (kelompok kesehatan ibu dan anak), dan di beberapa desa lainnya, juga terdapat kelompok perempuan atau kelompok gender campuran saat OMS masuk desa, meskipun tidak disajikan di tabel ini. Sebagai referensi, Tabel 3 juga menyebutkan kelompok perempuan terkemuka di lokasi ‘kontrol’.
Tabel 3: Kelompok Desa yang Didukung OMS Mitra MAMPU dan Hasil Implementasi UU Desa
Konteks yang kondusif
Desa Penelitian | Kelompok aksi kolektif perempuan dan dukungan OMS | Hasil Tata Kelola Pemerintahan/ Implementasi UU Desa |
Tanggamus (Lampung) | Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR telah bekerja dengan mitra kabupatennya FAKTA (forum yang didirikan Gereja Katolik untuk membagikan informasi kesehatan) di Tanggamus untuk memberikan pendidikan masyarakat tentang penghapusan kekerasan berbasis gender kepada laki-laki dan perempuan dari berbagai usia (remaja laki-laki dan perempuan, dan laki-laki dan perempuan yang sudah menikah). DAMAR adalah bagian dari Konsorsium kelompok perempuan PERMAMPU di Sumatera. Pelatihan dilakukan dengan kelompok yang berbeda secara terpisah. Kemitraan DAMAR-FAKTA membuat koneksi dengan perempuan desa di desa penelitian di Tanggamus melalui anggota organisasi korporatis lama seperti PKK dan Posyandu, yang sebagian besar anggotanya adalah perempuan. | • Peraturan Daerah • Satgas dan Posko Desa (untuk Perlindungan Perempuan) • Keputusan Kepala Desa, alokasi Dana Desa • Akses yang lebih baik ke Unit Layanan Terpadu tingkat kabupaten |
Bantul (Yogakarta dekat Jawa Tengah) | Yasanti (Yayasan Annisa Swasti) telah membantu pekerja rumahan untuk berserikat di Bantul dan telah bekerja dengan kelompok-kelompok perempuan ini untuk melakukan advokasi kepada pemerintah desa dan kabupaten dan berhasil mendapatkan pengakuan formal atas serikat ini melalui peraturan. Serikat pekerja rumahan telah terdaftar dan bersama-sama, serikat pekerja ini dan Yasanti telah bekerja dengan warga desa yang lain untuk mengembangkan peraturan baru yang telah disahkan untuk mendukung pekerja rumahan di desa penelitian. | • Serikat Pekerja rumahan didirikan, terdaftar dan diakui oleh peraturan/ keputusan desa/kabupaten • Alokasi Dana Desa untuk mendukung kegiatan pekerja rumahan |
Hulu Sunghai Utara (Kalimantan Selatan ) | PEKKA (Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga), melalui struktur cabang dan pengorganisasi masyarakat, telah membantu perempuan desa untuk membentuk kelompok perempuan (Serikat Pekka) untuk perempuan kepala keluarga, yang bersama-sama membentuk jejaring anggota Serikat Pekka yang lebih besar. Lebih lanjut, melalui program Akademi Paradigta PEKKA, perempuan dilatih menjadi paralegal untuk membantu mengidentifikasi permasalahan terkait administrasi kependudukan di tingkat desa. Para peserta Akademi Paradigta, khususnya pada tahap awal, sering kali tetapi tidak selalu berasal dari perempuan yang aktif di organisasi perempuan korporatis-negara seperti PKK. Para perempuan yang menyelesaikan Akademi Paradigta ini antara lain didukung untuk melaksanakan program ‘KLIK’ PEKKA di desanya. Program KLIK membantu masyarakat memperoleh catatan penting dan meningkatkan akses ke dokumen identitas hukum, seperti akta kelahiran dan nikah, serta KTP dan Kartu Keluarga. Pada gilirannya, banyak penduduk desa dapat memiliki akses ke berbagai layanan sosial dan perlindungan hak-hak mereka. Di desa penelitian di Hulu Sungai Utara, awalnya kelompok Serikat Pekka diorganisir di sekitar pertemuan sosial seperti pengajian, dan kelompok pendidikan dan kesehatan anak usia dini (Posyandu, Pos Pelayanan Terpadu). | • Legalitas identitas kependudukan dan peningkatan akses layanan pemerintah bagi masyarakat miskin melalui KLIK • Peraturan Desa baru • BUMDes baru berbasis kesejahteraan (dalam proses pendirian) • Keputusan Kepala Desa—musyawarah yang inklusif gender • Peraturan Daerah _________________________ |
Konteks yang Cukup Sulit
Gresik, Jawa Timur (dan Lombok Utara, NTB) | Institut Lingkaran Pendidikan Alternatif (KAPAL) Perempuan melalui jejaring mitra organisasi daerahnya—seperti mitra lokalnya di Gresik, KPS2K (Kelompok Perempuan dan Sumber-Sumber Kehidupan) telah mendukung perempuan desa untuk membentuk kelompok Sekolah Perempuan guna membantu memberdayakan perempuan miskin melalui pendidikan dan pengembangan keterampilan, dan penguatan kapasitas kepemimpinan para anggotanya. Anggota Sekolah Perempuan yang didirikan di banyak desa di Kabupaten Gresik (dan di setiap desa di Lombok Utara), seiring dengan waktu sudah berpartisipasi dalam Musrenbangdes dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Khusus untuk Perempuan (Musrenbang Perempuan) di kabupaten, yang mendapatkan dukungan dari Pemerintah Kabupaten untuk pendanaan dan dukungan terhadap peningkatan dan replikasi inisiatif ini. | • Alokasi Dana Desa • Peningkatan keterlibatan perempuan dalam Musdes dan forum pengambilan keputusan kabupaten • Replikasi Sekolah Perempuan dengan dana dari kabupaten • Peraturan Daerah • Musrenbang Khusus Perempuan di Kabupaten |
Cirebon (Jawa Barat) | ‘Aisyiyah telah mendukung perempuan desa untuk membentuk kelompok perempuan, yang dikenal sebagai Balai Sakinah ‘Aisyiyah (BSA) di tingkat akar rumput. Organisasi ini telah mendukung anggota kelompok, melalui berbagai inisiatif pengembangan keterampilan dan bertukar informasi, dan juga melatih sebagian dari anggota sebagai kader, atau pengurus tingkat desa. Kader ini biasanya adalah anggota ‘Aisyiyah yang diberi pelatihan tambahan untuk memfasilitasi kegiatan dan menumbuhkan keanggotaan kelompok. Sekitar seperlima dari kader ini telah dilibatkan dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa. | • Peraturan Desa/ Daerah/Kecamatan baru • Alokasi Dana Desa • Perubahan waktu Musdes • Peningkatan layanan kesehatan di tingkat desa • Kebun gizi |
Lombok Timur (NTB) | BaKTI (Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia) telah membentuk ‘Kelompok Konstituen’ untuk mengadvokasi hak-hak perempuan dan kelompok rentan lainnya, dan khususnya, mengurangi kekerasan terhadap perempuan. Ini adalah forum multi-pihak di desa yang mencakup laki-laki dan perempuan. Kelompok Konstituen ini dipertemukan dengan anggota DPRD melalui inisiatif Reses Partisipatif (pertama kali dibahas di Bab 3) untuk memastikan bahwa kepentingan masyarakat dimasukkan dalam kebijakan, peraturan perundang-undangan dan perencanaan pembangunan daerah (MAMPU, n.d.). | • Peraturan Desa/Daerah Baru • Alokasi Dana Desa • Perempuan menggunakan suara untuk memilih mantan ketua Kelompok Konstituen (laki-laki) sebagai Kepala Desa • Pengakuan Kelompok Konstituen dalam Peraturan Desa • Peningkatan inklusi perempuan di forum pengambilan keputusan desa dan kabupaten • Perubahan secara perlahan atas norma sosial terkait kekerasan oleh pasangan intim |
Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep)—desa kontrol, Sulawesi Selatan | Di Desa kontrol di Pangkep, tidak terlihat bukti adanya intervensi OMS, tetapi pernah ada PPK/PNPM. Mantan Kepala Desa adalah seorang perempuan (yang digantikan oleh keponakannya pada pemilihan Kepala Desa berikutnya). Kelompok korporasi negara seperti Kelompok Wanita Tani (KWT) dan PKK (serta Posyandu yang terkait dengan PKK, kelompok menjahit yang diselenggarakan PKK dan kelompok simpan pinjam PKK; yang semuanya memiliki jumlah anggota yang sama dengan PKK) adalah kelompok perempuan yang diidentifikasi pada desa ini. Sedikit perempuan yang diundang dan menghadiri forum pengambilan keputusan desa (satu perwakilan dari masing-masing PKK, Posyandu, dan KWT). | • Tidak ada alokasi Dana Desa untuk inisiatif perempuan • Tidak ada Peraturan Desa yang terkait dengan prioritas perempuan • Hanya sedikit perempuan menghadiri Musdes—satu perwakilan dari masing-masing PKK, Posyandu, KWT • Tidak ada bukti adanya Peraturan Desa atau alokasi dari Dana Desa baru berdasarkan proposal yang diajukan kelompok perempuan |
Lombok Tengah (NTB) | Migrant CARE telah mendukung pembentukan organisasi multi-pihak di desa yang dikenal dengan DESBUMI (Desa Peduli Buruh Migran), yang menyediakan layanan berbasis desa bagi pekerja migran perempuan dan laki-laki sebelum, selama dan setelah migrasi di sejumlah desa di seluruh Indonesia. Di desa penelitian Lombok Tengah, Migrant CARE dan mitra lokalnya Perkumpulan Panca Karsa membantu warga desa mendirikan DESBUMI, yang diresmikan oleh pemerintah desa pada tahun 2015. Dari kelompok ini, kemudian didirikan kelompok khusus perempuan ‘La Tansa’ untuk mendukung mantan pekerja migran perempuan dan keluarganya. | • Peraturan Desa/Daerah baru • Alokasi Dana Desa • Pusat pelayanan terpadu pekerja migran baru—kabupaten/desa • Sedikit peningkatan keterlibatan perempuan dalam Musdes • Norma sosial yang perlahan berubah tentang perkawinan anak |
Deli Serdang (Sumatera Utara) | Di desa penelitian di Deli Serdang dan lainnya di kabupaten tersebut, BITRA (Bina Keterampilan Pedesaan Indonesia) membantu perempuan desa membentuk serikat pekerja rumahan perempuan sehingga pekerja rumahan dapat terhubung dengan kelompok serikat desa lainnya dan secara kolektif mengadvokasi hak-hak mereka. Pemerintah provinsi sekarang mengakui bahwa serikat pekerja dan pekerja rumahan ini juga termasuk dalam daftar layanan kesehatan gratis yang disediakan pemerintah yang sebelumnya tidak memasukkan mereka. BITRA juga memfasilitasi pembentukan Serikat Simpan Pinjam untuk pekerja rumahan dan ‘Sekolah’ untuk Meningkatkan Kapasitas Pekerja Rumahan Perempuan. | • Serikat Pekerja Rumahan didirikan dan diakui oleh pemerintah di berbagai tingkat • Pencantuman pekerja rumahan dalam daftar penerima layanan kesehatan gratis melalui BPJS _________________________________ |
Konteks yang Cukup Sulit
Pangkajene dan Kepulauan—Desa intervensi di Pangkep, Sulawesi Selatan | KAPAL Perempuan bekerja dengan mitra daerahnya di Pangkep, yaitu YKPM (Yayasan Kajian dan Pemberdayaan Masyarakat) untuk membantu perempuan desa membangun kelompok Sekolah Perempuan untuk mendukung pemberdayaan perempuan miskin dan mengembangkan kapasitas kepemimpinan anggotanya. Anggota Sekolah Perempuan yang didirikan di banyak desa di Kabupaten Kepulauan Pangkep, kemudian berpartisipasi dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Khusus untuk Perempuan (Musrenbang Perempuan) di tingkat kabupaten, dengan inklusi yang lebih tinggi dalam pengambilan keputusan berdasarkan UU Desa. Di Pangkep, Pemerintah Kabupaten menyediakan dana untuk mendukung perluasan dan replikasi inisiatif ini. | • Dana Desa untuk Sekolah Perempuan • Peningkatan keterlibatan perempuan dalam forum pengambilan keputusan kabupaten dan awalnya di Musdes • Replikasi Sekolah Perempuan dengan dana dari kabupaten • Peraturan Bupati baru • Dukungan dan dana untuk membangun fasilitas dasar—air bersih, sanitasi, dan listrik tenaga surya |
Timor Tengah Utara—TTU (NTT) | FPL (Forum Pengada Layanan) dan mitra konsorsiumnya YABIKU (Yayasan Amnaut Bife Kuan) bekerja sama dengan kelompok perempuan korporasi negara seperti PKK dan kelompok tani perempuan (KWT) untuk mengorganisir perempuan dan melakukan aksi kolektif untuk mengurangi kekerasan dalam rumah tangga dan mengubah jenis sanksi adat kekerasan perempuan agar tidak merugikan perempuan. YABIKU juga membentuk kelompok paralegal yang menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dan telah melobi pemerintah desa untuk mengeluarkan Peraturan Desa baru tentang Perlindungan Perempuan dan Anak dari Kekerasan, meskipun masih dalam tahap perancangan pada saat penelitian. | • (Rancangan) Peraturan Desa baru • Peraturan Daerah baru • Beberapa kendala dalam kasus KDRT dan akses ke paralegal untuk korban KDRT • Perubahan secara perlahan terkait praktik adat dalam menyelesaikan perselisihan rumah tangga agar lebih responsif terhadap kebutuhan perempuan • Alokasi Dana Desa— stunting (atas instruksi dari Kabupaten) |
Labuhan Batu (Sumatera Utara) | FPL (Forum Forum Pengada Layanan) dan mitra konsorsiumnya di Kabupaten Labuhan Batu, SPI (Serikat Perempuan Independen), telah mendukung perempuan desa melalui kelompok ‘serikat perempuan independen’ di tingkat desa. Mereka juga mendukung warga desa untuk membentuk forum multi-pihak dengan gender campuran (Layanan Berbasis Komunitas-LBK) di sejumlah desa di Sumatera Utara. | • Peraturan Desa baru • Mendirikan Posko bagi Perempuan • Mendirikan Layanan Berbasis Komunitas (LBK) multi-pihak untuk melindungi perempuan & anak • Alokasi Dana Desa (sudah disahkan tapi belum dicairkan) |
Bangkalan (Madura, Jawa Timur) | PEKKA juga mendukung perempuan desa untuk membentuk kelompok perempuan Serikat Pekka di desa penelitian Bangkalan dengan menggunakan program serupa yang dijelaskan di atas dalam kolom Hulu Sungai Utara. Selain Layanan KLIK, inisiatif itsbat nikah dan pencatatan penikahan agama, PEKKA dan kelompok Pekka di desa juga berupaya mendukung perubahan norma sosial yang berkaitan dengan perkawinan anak. | • Peraturan Desa baru • Alokasi dana APBDes • Legalitas identitas kependudukan dan peningkatan akses layanan pemerintah bagi masyarakat miskin melalui KLIK • Norma sosial yang perlahan berubah tentang pernikahan anak |
Gresik— desa ‘kontrol’ (Jawa Timur) | Di desa ‘kontrol’ di Gresik, terdapat PKK tetapi tidak terlalu aktif, yang mana hanya ketua PKK dan terkadang sekretaris dan bendahara yang menghadiri Musdes (dalam lima tahun, mereka hanya sekali mengajukan proposal untuk alokasi Dana Desa yakni untuk PAUD). Struktur organisasi lain yang mungkin terkait dengan perempuan hanyalah pengadaan layanan yakni Posyandu, atau organisasi keagamaan (Fatayat), seperti yang ditemukan di kebanyakan desa lain di Indonesia. | • Hanya sedikit perempuan yang menghadiri rapat pengambilan keputusan desa (hanya pimpinan PKK yang diundang) • Satu proyek infrastruktur (gedung PAUD) diusulkan oleh PKK _______________________________ |
Dalam setiap kasus di desa-desa penelitian ‘intervensi’ yang ditunjukkan Tabel 3, kelompok dan jejaring yang didukung OMS yang melibatkan perempuan ini tidak hanya secara signifikan memengaruhi tata kelola pemerintahan desa berdasarkan UU Desa, tetapi juga dalam banyak kasus, struktur pemerintah kabupaten dan kebijakan. Di dua desa penelitian ‘kontrol’ (tidak ada intervensi OMS), hanya ada satu contoh hasil yang serupa, yaitu pembangunan fasilitas Pendidikan Anak Usia Dini yang diusulkan oleh PKK di desa ‘kontrol’ penelitian di Gresik. Seperti disebutkan dalam Bab 3, di desa ‘kontrol’ di Pangkep, Kepala Desa baru telah menunjuk tiga orang perempuan untuk menjadi aparatur desa sejak terpilih, tetapi penunjukkannya berdasarkan hubungan keluarga, bukan untuk meningkatkan inklusi gender. Di kedua desa ‘kontrol’, sangat sedikit perempuan yang terlibat dalam tata kelola pemerintahan desa dan pengambilan keputusan.
Kelompok-kelompok yang didukung oleh OMS perempuan memberikan dasar bagi kegiatan-kegiatan untuk memperkuat kesempatan bagi perempuan untuk membangun jejaring, memiliki kelompok terstruktur untuk melakukan aksi kolektif, dan untuk meningkatkan agensi perempuan, termasuk membangun keterampilan, pengetahuan, jejaring dan kesadaran perempuan tentang gender (dibahas lebih lanjut di bawah). Misalnya di Bangkalan, PEKKA berupaya meningkatkan kepemimpinan perempuan dengan mengadakan pelatihan untuk anggota Serikat Pekka tentang public speaking, pembinaan konstituen dan kelompok masyarakat serta pengembangan kapasitas administrasif (dalam tata kelola dan penganggaran). Demikian pula di Gresik, KAPAL Perempuan dan mitranya KPS2K mendukung anggota Sekolah Perempuan dengan pelatihan tentang public speaking, literasi (menulis), advokasi, pengasuhan anak (parenting), kesehatan reproduksi, dan keterampilan bercocok-tanam. Di Lombok Timur, BaKTI telah memberikan pelatihan paralegal untuk memberantas kekerasan terhadap perempuan. Di Cirebon, melalui BSA, ‘Aisyiyah memberikan pelatihan kesehatan reproduksi kepada perempuan. Kegiatan OMS ini dan lainnya ditujukan untuk memberdayakan perempuan sehingga menargetkan pada pengembangan kapasitas perempuan untuk meningkatkan partisipasi politik perempuan (yaitu: public speaking, pengetahuan tentang struktur pemerintahan) dan mendukung pemenuhan kebutuhan sosial dan ekonomi perempuan.
Jenis kelompok
Dalam penelitian ini, kami mengidentifikasi berbagai jenis kelompok yang melibatkan perempuan melalui OMS Mitra MAMPU yang berusaha untuk mendukung perempuan desa. Jenis kelompok dapat dilihat dalam Gambar 21 dan dibahas lebih lanjut di bawah.
Gambar 21: Jenis Kelompok yang Didukung oleh OMS Mitra MAMPU

1. Mendukung perempuan desa untuk membentuk kelompok eksklusif perempuan baru
Banyak mitra MAMPU mendukung perempuan desa untuk membentuk kelompok baru di desa dengan keanggotaan khusus perempuan. Ini termasuk kelompok Sekolah Perempuan yang dibentuk oleh KAPAL Perempuan di Pangkep dan Gresik, Serikat Pekka di Bangkalan dan Hulu Sungai Utara, kelompok perempuan Balai Sakinah ‘Aisyiyah (BSA) di Cirebon, dan kelompok perempuan ‘La Tansa’ yang dibentuk dengan dukungan dari Migrant CARE dan mitranya Perkumpulan Panca Karsa di Lombok Tengah. Keuntungan yang diperoleh dengan menetapkan anggotanya khusus perempuan saja adalah memberikan perempuan ruang yang aman untuk mencoba kegiatan baru dan meningkatkan kepercayaan diri mereka. Seiring waktu, kelompok eksklusif bagi perempuan akan memampukan perempuan untuk membentuk jejaring yang kuat dan budaya solidaritas. Perempuan saling mendukung, peka terhadap kebutuhan satu sama lain, dan menjadi tim yang berfokus pada pemecahan masalah, karena mereka sering memiliki pengalaman serupa atau menghadapi tantangan serupa. Salah satu contoh dari kelompok yang anggotanya khusus perempuan dijelaskan dalam Kotak 23 di bawah ini.
Dalam beberapa kasus, kelompok baru ini tidak sepenuhnya terpisah dari kelompok yang ada di desa, di mana kelompok tersebut mulanya berasal dari keanggotaan kelompok yang ada pada awalnya, sebagai cara untuk membangun kepercayaan dan kepercayaan penduduk desa dalam kegiatan baru yang difokuskan pada perempuan, seperti kelompok BSA yang dibentuk oleh ‘Aisyiyah dan serikat Pekka (lihat pembahasan lebih lanjut di bawah ini; bekerja dengan kelompok perempuan lokal yang ada). Dengan mendukung perempuan untuk membuat kelompok baru yang awalnya berasal dari kelompok lain, tetapi kemudian memperluas keanggotaan kelompok baru ini seiring waktu, kelompok perempuan baru ini menjadi lebih beragam dan berbeda dari susunan keanggotaan sebelumnya.
Kotak 23: Sekolah Perempuan
Dua mitra KAPAL Perempuan—YKPM di Pangkep, dan KPS2K di Gresik—mendukung perempuan desa untuk mendirikan Sekolah Perempuan sebagai bagian dari program pengarusutamaan gender KAPAL Perempuan. Organisasi tersebut bertujuan untuk memberikan pelatihan kepada perempuan desa tentang berbagai topik gender dan pemberdayaan, termasuk kepemimpinan perempuan dan hak-hak perempuan, serta mendorong partisipasi aktif perempuan dalam memantau program pemerintah, khususnya program pendidikan, kesehatan dan perlindungan sosial. Bersamaan dengan kelas kesadaran gender, KPS2K dan YKPM memberikan program pelatihan tentang peningkatan kapasitas ekonomi dan pemetaan kemiskinan. Karena pelatihan memengaruhi peluang perempuan untuk bekerja pada hari itu, KPS2K di Gresik menyesuaikan jadwal mereka dan sekarang menjalankan kelas setelah perempuan pulang kerja.
Dampak dari program pelatihan ini sangat signifikan karena perempuan semakin berupaya untuk meningkatkan pembangunan desa dan menuntut penyediaan layanan yang lebih baik demi kesejahteraan mereka sendiri, keluarga dan masyarakat. Kami melihat di Bab 4 bagaimana Juli, salah satu anggota Sekolah Perempuan di desa penelitian di Kabupaten Pangkep, menjadi sangat aktif setelah pelatihan untuk memantau kehadiran guru anaknyadi sekolah setiap hari karena guru tersebut sering tidak hadir. Selain itu, anggota Sekolah Perempuan lainnya memprotes ketidakhadiran bidan di klinik kesehatan ibu dan anak (Posyandu).
2. Berkolaborasi dengan organisasi/kelompok perempuan lokal yang ada
Beberapa Mitra MAMPU, terutama organisasi anggota konsorsium (sub-mitra OMS Mitra MAMPU) di seluruh nusantara dalam jejaring FPL (Forum Pengada Layanan) dan PERMAMPU (Konsorsium Perempuan Sumatera MAMPU) berkolaborasi dengan kelompok perempuan dan organisasi yang ada. Kolaborasi dengan kelompok perempuan tersebut mencakup organisasi korporatis negara dan non-negara, serta jejaring yang terdapat di tingkat desa termasuk sayap perempuan dari lembaga-lembaga yang berafiliasi dengan agama seperti organisasi Muslim NU dan Muhammadiyah, dan organisasi perempuan Katolik. Selain itu juga termasuk PKK (dan kelompok terkaitnya, Posyandu) dan kelompok korporatis negara lainnya.
Kelebihan bekerja sama dengan organisasi perempuan yang ada adalah dapat membuka akses perempuan desa secara lebih luas. Kelompok perempuan dan jejaring organisasi sering memiliki program rutin dan bertemu secara rutin. OMS dapat memasukkan program mereka ke dalam kegiatan yang ada dan perlahan membangun kepercayaan dengan perempuan desa, terutama ketika memasuki desa dimana belum terdapat hubungan yang terjalin. Namun, trade-off dalam pendekatan ini adalah bahwa tanpa perhatian yang cermat dan hati-hati untuk memastikan keanggotaan yang beragam, terdapat risiko keragaman keanggotaan kelompok dibatasi oleh kolaborasi ini dan kebutuhan perempuan yang beragam menjadi tidak terwakili, meskipun cenderung tidak terjadi dalam kasus lokasi penelitian ‘intervensi’ dalam penelitian ini.
PKK
Keberadaan PKK secara historis yang kuat terlihat jelas di semua lokasi penelitian, meskipun tingkat keterlibatan PKK di setiap desa berbeda secara signifikan. Di Hulu Sungai Utara misalnya, PKK di desa bergantung pada kegiatan yang diselenggarakan oleh PKK di kecamatan. Hal ini mempersulit perempuan desa yang terlibat dalam PKK untuk mengakses kegiatan tersebut. Di desa penelitian di Bangkalan, PKK tidak banyak menyelenggarakan kegiatan kecuali acara pada hari libur nasional (yaitu Hari Kemerdekaan).
Serupa dengan desa ‘kontrol’, kegiatan PKK di banyak lokasi penelitian lainnya sebagian besar berfokus pada peran domestik perempuan, misalnya dalam menawarkan kelas tata rias, berkebun, membatik dan memasak. Di Cirebon dan Tanggamus misalnya, kegiatan kader PKK dan Posyandu difokuskan pada peran tradisional perempuan, seperti mengasuh bayi dan memasak. Di desa lain, kegiatannya lebih luas dan difokuskan pada beberapa keterampilan mata pencaharian dan berbagi sumber daya melalui kegiatan simpan pinjam, meskipun ini hanya ditemukan pada satu atau dua contoh dari seluruh lokasi penelitian dan, seperti yang terjadi di lokasi ‘kontrol’ penelitian di Pangkep, sebagian besar perempuan elit berpartisipasi.
“Saya ikut kegiatan PKK. Kegiatannya antara lain arisan bulanan, simpan pinjam, pengajian, ikut lomba. Macam-macam, keterampilan buat kue, buat ayaman untuk ikan. Kadang-kadang ada pertemuan bulanan. Yang aktif itu dia yang di kecamatan. Istri Kepala Desa yang hadir. Kalau yang di desa, kadang-kadang aja kalau ada pertemuan itu diundang, 2-3 orang itu saja, tapi tempatnya di kecamatan. Cuma itu mbak, ketuanya aja yang diundang, terus ibu PKK bilang lagi ke masyarakat.” Farah, ketua kelompok Setia Kawan Pekka, desa penelitian di Hulu Sungai Utara, 13 Juli 2019.
Bahkan ketika kegiatan difokuskan pada keterampilan perempuan, seperti di Hulu Sungai Utara di mana PKK (di tingkat kecamatan) menawarkan kelas tentang menjahit dan cara membuat telur asin, organisasi tersebut bukanlah wadah bagi perempuan untuk lebih aktif berpolitik dan memengaruhi pemerintahan desa atau pengambilan keputusan dan struktur kekuasaan yang lebih luas. Batasan kegiatan PKK dirangkum oleh direktur DAMAR di Tanggamus:
“Misalnya yuk mendorong keaktifan perempuan tapi keaktifan perempuannya lebih pada di PKK. PKK bagaimana mendampingi suami, bagaimana peran perempuan dalam mengurus anak, mengurus rumah tangga gitu, belum pada level kesadaran kritis bahwa ini ada persamaan hak lho. Jadi kalau misalnya dibilang berdaya iya tapi kita lebih pada penguatan perspektifnya, penguatan kesadaran tentang hak-hak perempuannya disitu.” Bandar Lampung, 9 Juli 2019.
Ciri lain PKK yang diamati di berbagai desa adalah, meskipun berasal dari organisasi perempuan desa, namun seiring berjalannya waktu PKK berkembang menjadi wadah perempuan elit. Baik di desa penelitian ‘intervensi’ di Bangkalan dan Gresik, misalnya, dan di desa ‘kontrol’ di Pangkep, PKK didominasi oleh istri aparat desa yang lebih fokus pada urusan administratif daripada meningkatkan kelembagaan dan pengaruh politik perempuan. Dengan demikian, PKK di desa penelitian tidak serta merta secara akurat mewakili beragam kelompok perempuan desa ataupun kebutuhan mereka, terbatas dalam upaya mereka untuk meningkatkan pengaruh politik perempuan, dan jarang berusaha untuk mengadvokasi kebutuhan perempuan dalam forum pengambilan keputusan desa.
Kelompok-kelompok agama yang ada
Selain itu, di banyak desa, sebelum OMS Mitra MAMPU memberikan dukungan kepada perempuan desa, beberapa perempuan telah menjadi anggota kelompok yang berafiliasikan agama. Sering sampai batas tertentu kelompok-kelompok ini telah menjadi wadah bagi sebagian perempuan desa untuk berorganisasi. Dalam beberapa kasus, kelompok-kelompok ini memberikan manfaat positif dalam memenuhi kebutuhan perempuan, tetapi tidak terlalu terfokus pada pengaruh lebih luas perempuan di luar rumah, dalam tata kelola desa dan struktur kekuasaan. Misalnya, di desa penelitian Bangkalan, dimana kebanyakan orang berafiliasi dengan NU, dan perempuan diorganisir di Muslimat, yang menyelenggarakan kelas untuk perempuan sehingga dapat meningkatkan keterampilan literasi mereka. Di Tanggamus di Lampung, sementara sebagian besar penduduk desa beragama Islam, di tingkat kabupaten gereja Katolik mendirikan Jaringan Wanita Katolik yang memberikan informasi kepada perempuan tentang isu-isu kesehatan dan hak-hak politik—tetapi tidak berfokus pada kesadaran gender atau pada awalnya tidak mendukung perempuan untuk terlibat secara mendalam dalam pemerintahan desa—dan juga terbuka untuk perempuan dari latar belakang agama lain.
Terlepas dari kehadiran kelompok perempuan dan dalam beberapa kasus adanya hasil positif yang menjawab beberapa kebutuhan perempuan di banyak lokasi penelitian kami, secara umum kelompok-kelompok yang ada ini telah memiliki pengaruh yang terbatas pada aksi kolektif perempuan yang lebih luas untuk memengaruhi struktur kekuasaan di desa.
“Kalau mau ini laki-lakinya aja kan yang musyawarah. Kalau ada kegiatan itu biasanya laki-laki yang buat proposal yang memutuskan desa ini [kegiatan yang akan dilakukan] kan. Kalau ibu-ibunya enggak.” Ami, ketua PKK, desa penelitian di Hulu Sungai Utara, 17 Juli 2019.
“Nggak ngerti apa. Pokoknya ya, urusan, kita lihat pemerintah desa aja, ya. Kalau dia pakainya seragam terus, takut lho Mbak kita itu. Jangankan itu, lihat pemerintah desanya aja kita sungkan. Jadi kalau dulu itu Mbak, aduh, susah beneran. Kita itu bener-bener, kita masuk balai desa aja itu lho Mbak, jarang.” Indah, Ketua kelompok Sekolah Perempuan, desa penelitian di Gresik, 19 Februari 2019.
Berkolaborasi dengan kelompok yang ada
Namun, pada saat yang sama, kelompok perempuan yang ada sering kali sangat penting untuk pembentukan dan keberhasilan kelompok perempuan baru yang pada akhirnya, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian ini, mampu menciptakan perubahan positif untuk beragam kelompok perempuan. Di sejumlah desa, kader awal kelompok-kelompok baru yang dibentuk perempuan desa dengan dukungan OMS Mitra MAMPU diambil dari kelompok-kelompok yang sudah ada ini.
Misalnya, di Bangkalan, banyak kader Serikat Pekka adalah perempuan dari kelompok pengajian dan PKK (dan Posyandu terkait). PEKKA juga sering melibatkan anggota PKK dalam Akademi Paradigta. Ati misalnya, dibahas di Bab 4, bergabung dengan Pekka setelah aktif menjadi kader Posyandu dan menjadi anggota Muslimat dengan kelompok pengajian sendiri. Dia juga pernah mendirikan Taman Kanak-Kanak di dusunnya. Ini berarti bahwa Ati memiliki jejaring yang terjalin dengan perempuan di desa, sehingga lebih memudahkan kegiatannya di Serikat Pekka desa. Begitu pula di Cirebon, Srikandi bergabung dengan ‘Aisyiyah setelah terlibat di Posyandu:
“Pada tahun 2008 mulai Ibu [saya] masuk jadi kader. Jadi mungkin kan di sini, jadi Pak Kuwu [Kepala Desa] seolah-olah memilih. Katanya kan kelihatannya katanya Ibu tuh aktif orangnya. Katanya aktif, kiyengan [memiliki niat yang bagus dalam mengerjakan sesuatu] katanya, telaten. Oleh Pak Kuwu [Kepala Desa], Ibu dijadiin sebagai kader. Jadi kader Posyandu dulu.” Srikandi, desa penelitian di Cirebon, 23 Februari 2019.
Kader ‘Aisyiyah lainnya, Hatini, yang dibahas di Bab 4, seperti Srikandi, juga terlibat di Posyandu dan PKK. Menjadi kader ‘Aisyiyah memberikan kesempatan bagi Hatini untuk mendapatkan pengalaman baru dan memperluas pengetahuannya:
“[Sebagai] kader TB tadinya sih ikutan, cari orang yang sakit tuberkolosis. Lalu lapor ke puskesmas. Enak lah. [Kader] didorong-dorong [oleh ‘Aisyiyah], jadi sekarang berani tuh. Berani ngungkapin ada mengusulkan pendapat, atau apa aja.” Hatini, desa penelitian di Cirebon, 2 Maret 2019.
Dengan demikian, pengalaman para perempuan ini menunjukkan bahwa meski organisasi perempuan yang sudah ada seperti PKK pada awalnya mungkin kurang berhasil dalam mendorong pemberdayaan perempuan dan pengaruh yang lebih luas atas tata kelola penerintahan atau alokasi Dana Desa untuk kebutuhan perempuan, kerjasama OMS dengan perempuan dalam organisasi-organisasi tersebut membuat mereka ditempatkan secara strategis dalam hal pengalaman dan jejaring, dengan demikian meningkatkan kemungkinan mereka menjadi agen perubahan.
Namun, menargetkan perempuan dengan latar belakang pengorganisasian seperti itu tidak selalu menjadi pendekatan yang digunakan oleh OMS Mitra MAMPU. Di desa ‘intervensi’ penelitian di Gresik, misalnya, mitra daerah KAPAL Perempuan, KPS2K, awalnya meminta pemerintah desa untuk merekomendasikan perempuan yang dirasa akan mendapatkan manfaat dengan mengikuti Sekolah Perempuan. Namun pemerintah desa hanya merekomendasikan perempuan yang berafiliasi dengan PKK, yang menurut KPS2K banyak di antaranya tidak mewakili perempuan termiskin di desa, yang merupakan fokus utama dukungannya. Oleh karena itu, pengorganisasi komunitas dari KPS2K memutuskan untuk langsung mendekati perempuan miskin di desa tersebut untuk bergabung dengan kelompok Sekolah Perempuan.
Selain bekerja dengan kelompok desa yang sudah mapan, beberapa OMS mendukung perempuan desa untuk membentuk kelompok baru, tetapi dalam pembentukan kelompok tersebut, turut memanfaatkan jejaring keagamaan yang lebih luas di tingkat nasional dan regional. Sebagai organisasi massa keagamaan perempuan, ‘Aisyiyah memanfaatkan jejaring nasionalnya dengan Muhammadiyah. Sementara, PEKKA mengakses jejaring Nahdlatul Ulama di beberapa daerah.
3. Forum multi-pihak (biasanya dengan keanggotaan gender campuran)
Sejumlah OMS mendukung penduduk desa untuk membentuk kelompok multi-pihak (biasanya beranggotakan berbagai jenis gender) untuk memenuhi kebutuhan perempuan dan untuk memiliki representasi dan pengaruh yang lebih baik dalam pengambilan keputusan dan pembangunan desa. BaKTI mendukung warga desa untuk membentuk Kelompok Konstituen Maju Mele di tingkat desa (lihat studi kasus Cerita Perubahan di Lombok Timur Bab 4) untuk fokus pada advokasi bagi perempuan. FPL dan mitra daerahnya, SPI di Labuhan Batu mendukung warga desa untuk membentuk Layanan Berbasis Komunitas (LBK) yang dibahas di Bab 5. Kelompok-kelompok ini berfungsi secara strategis dalam berbagai cara:
- Sebagai mekanisme bagi perempuan untuk membangun jejaring dengan desa, tokoh sosial, budaya dan agama,
- Sebagai mekanisme untuk meningkatkan dukungan publik terhadap perempuan desa dan advokasi kebijakan terkait Peraturan Desa yang baru, pendanaan dan keputusan tentang isu-isu prioritas perempuan dan inklusi gender, dan
- Sebagai jembatan antara OMS dan masyarakat.
Kelompok multi-pihak dan forum lain merupakan cara yang berguna untuk memulai dan memelihara hubungan positif dengan pemegang kekuasaan yang ada di tingkat desa—baik untuk perempuan desa maupun untuk OMS pendukung. Forum yang terdiri dari campuran pemegang kekuasaan yang ada (baik yang terkait dengan pemerintah atau masyarakat), serta anggota lainnya, sangat membantu untuk menghubungkan kepada perangkat pemerintahan desa, memberikan masukan dalam perencanaan tentang UU Desa, dan bagi perangkat desa mendapatkan dukungan secara tidak langsung dari anggota forum tersebut untuk mendorong pengesahan rancangan Peraturan Desa.
Di satu sisi, forum multi-pihak berpotensi mengurangi kemungkinan kebencian dari pejabat laki-laki di desa karena mereka juga termasuk dalam forum tersebut, terutama di desa-desa yang memiliki struktur patriarki yang kuat. Hal ini juga berpotensi meminimalkan risiko bahwa aksi kolektif perempuan di masa mendatang dianggap mengancam struktur kekuasaan karena hubungan dibangun, pengetahuan dibagikan, dan rumor dapat dikurangi, terutama jika anggota berasal dari berbagai kelompok sosial yang berbeda di desa. Forum multi-pihak dengan keanggotaan gender yang beragam juga berpotensi untuk memanfaatkan berbagai jejaring di desa untuk mendapatkan dukungan, untuk menciptakan berbagai sumber tekanan untuk melobi pembuat keputusan atas perubahan. Dalam kasus Lombok Timur, anggota mendukung Kepala Desa baru yang diambil dari kelompok mereka sendiri dan menggunakan keterampilan politik dan jejaring yang mereka kembangkan melalui kelompok tersebut untuk kemudian mendukung keberhasilan pencalonannya.
Di sisi lain, forum multi-pihak ini mengandung risiko bahwa struktur keanggotaan kelompok dan dinamika internal kelompok mencerminkan pola di mana laki-laki memperoleh posisi kepemimpinan kelompok dan memiliki suara yang paling kuat di dalam kelompok, terutama sekali lagi di desa-desa dengan struktur yang sangat patriarkal. Ini juga berisiko bahwa anggota perempuan kurang bersedia untuk berbicara tentang preferensi mereka atau gugup menjadi anggota kelompok di awal. Bab 4 mengilustrasikan dengan tepat tantangan bagi perempuan menggunakan agensinya dalam konteks patriarki tersebut. Risiko tambahan lainnya adalah bahwa anggota perempuan yang bergabung dengan kelompok cenderung lebih terbiasa bersuara di desa dan perempuan yang lebih rentan dikucilkan. Di Labuhan Batu, risiko tersebut juga dimitigasi dengan terlebih dahulu mendukung pembentukan kelompok perempuan dan kemudian membentuk forum multi-pihak.
4. Mendukung dan berkolaborasi dengan berbagai kelompok
Dalam diskusi di atas tentang bekerja dengan kelompok yang ada, kami mengidentifikasi bagaimana beberapa organisasi menggunakan campuran strategi untuk bekerja dengan kelompok yang ada dan yang baru. DAMAR menggunakan strategi ini dalam bekerja dengan FAKTA dan organisasi lain di Kabupaten Tanggamus, tetapi juga mendirikan kelas pendidikan gender untuk banyak kelompok sosial, tidak hanya perempuan—meskipun dalam kelas terpisah, sehingga masing-masing dapat belajar dengan caranya sendiri. Ada kelas untuk laki-laki (Kelas Bapak), dan kelas untuk remaja (Kelas Remaja).
PEKKA menggunakan strategi serupa untuk bekerja dengan kelompok baru dan yang sudah ada. Ini khususnya penting dalam konteks yang sulit di mana mereka harus menavigasi struktur kekuasaan yang ada di mana kekuasaan dipegang oleh beberapa orang berpengaruh, yang saling berhubungan melalui jejaring keluarga dan sosial-agama. Pemangku kekuasaan tersebut cenderung mendominasi pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Mengingat pekerjaan PEKKA menyasar perempuan kepala keluarga yang dapat berada dalam situasi sangat rentan, dalam mengantisipasi perlawanan politik terhadap agenda mereka di antara pemegang kekuasaan yang ada, mereka menggunakan strategi campuran yaitu berkolaborasi dengan kelompok yang ada, mendukung pembentukan kelompok baru dan mendirikan forum multi-pihak (sering kali di tingkat supra-desa) untuk terhubung dengan pemegang kekuasaan ini sehingga memiliki kesempatan yang lebih baik untuk mengatasi tantangan. FAKTA-DAMAR menggunakan strategi ini di tingkat kabupaten untuk memengaruhi perumusan Peraturan Daerah.
Masing-masing strategi yang diuraikan di atas dalam mendukung perempuan melalui berbagai jenis struktur kelompok memiliki kekuatan dan keunggulan tersendiri. Kelompok perempuan eksklusif memberikan ruang yang aman untuk membangun kapasitas dan solidaritas, tetapi membutuhkan banyak sumber daya dan membutuhkan waktu yang signifikan untuk membangun kepercayaan dan mendukung perempuan untuk berorganisasi. Kelompok yang ada membantu memperluas keanggotaan dengan cepat tetapi berisiko mengikuti agenda yang telah ditetapkan. Pembentukan forum multi-pihak membantu perempuan dan OMS untuk membangun dukungan yang lebih luas, tetapi belum tentu menjadi ruang yang nyaman bagi perempuan, terutama perempuan rentan dan bila mereka adalah satu-satunya kelompok yang didukung, berisiko dibajak oleh elit tertentu. Mendukung berbagai bentuk kelompok dengan beberapa anggota tergabung dalam beberapa kelompok dapat membantu mengurangi risiko bagi perempuan, yang dapat timbul apabila hanya mendukung satu kelompok saja.
Agensi: Memperkuat keterampilan, pengetahuan, jejaring, dan kapasitas perempuan untuk menggunakan suara dan pengaruh
Kapasitas dan kesiapan perempuan yang esensial untuk bertindak secara individu dan kolektif membentuk dasar untuk mendorong suara, pengaruh, dan pemberdayaan perempuan. Pada gilirannya, hal ini dapat membawa perubahan jangka panjang pada kesejahteraan perempuan dalam hal akses perempuan ke layanan publik dan program yang meningkatkan mata pencaharian mereka, serta partisipasi perempuan dalam proses pemerintahan. Dalam penelitian ini, kami telah mempertimbangkan berbagai cara yang dilakukan OMS untuk mendukung perempuan dalam memperkuat kapasitas mereka, terutama melalui kelompok (dibahas dalam bagian ini) dan melalui strategi lain (lihat Bab 7). Dari analisis tersebut terlihat jelas adalah bahwa mendukung perempuan melalui kelompok membantu menumbuhkan individu dan agensi kolektif mereka dengan memperkuat kuasa diri perempuan, yakni harga diri dan kepercayaan diri mereka, kuasa bagi perempuan untuk beraksi di ruang publik, serta kuasa dengan perempuan lainnya untuk bergerak bersama dalam suatu aksi kolektif untuk mengubah kuasa atas (walaupun tidak secara eksklusif) struktur pengambilan keputusan dan keluaran pembangunan yang ada di desa.
Dengan mendukung perempuan desa untuk membentuk kelompok formal di mana mereka menjadi anggotanya, atau untuk memperluas keanggotaan dan fokus kelompok yang ada, perempuan dipertemukan dalam kepentingan bersama. Kelompok ini memiliki ukuran yang bervariasi—beberapa kecil, sedangkan yang lain lebih besar. Terlepas dari ruang lingkup, melalui kelompok-kelompok ini, perempuan dapat menjalin hubungan: mereka membangun persahabatan dan meningkatkan interaksi sosial mereka, dan dengan demikian membangun jejaring baru atau memperkuat ikatan yang ada yang mendukung mereka untuk memecahkan masalah, mendapatkan kepercayaan diri dan bertindak secara individu dan kolektif. Kami melihat perempuan menceritakan bahwa mereka memperoleh banyak manfaat dari bergabung dengan kelompok perempuan dalam Bab 4 dan cara kelompok dan anggota telah mendorong aksi kolektif yang dibahas dalam Bab 5. Kami mengamati di Bab 4 dan 5 bahwa kelompok-kelompok ini memperkuat modal sosial dan agensi kolektif perempuan dari waktu ke waktu, melalui berbagai proses yang saling berinteraksi dan tumpang tindih yang didukung oleh partisipasi kelompok yang berkelanjutan seperti:
- Memperkuat dan mendiversifikasi jejaring dan persahabatan dengan perempuan lain,
- Menumbuhkan rasa solidaritas dan pemahaman tentang masalah yang dihadapi banyak perempuan,
- Meningkatkan dan berbagi keterampilan, akses ke sumber daya, dan pengetahuan,
- Mengembangkan keterampilan dan pengalaman organisasi dan kepemimpinan,
- Menyediakan dukungan, ruang aman dan sumber perlindungan,
- Membangun kepercayaan diri dan saling mendukung untuk mengatasi rintangan dan hambatan,
- Mengembangkan kekuatan kolektif perempuan agar memiliki pengaruh yang lebih luas, dan antara lain
- Menyediakan wadah yang terorganisir dan diakui untuk: mendorong aksi kolektif perempuan dalam berbagai bentuk, dan untuk terhubung dan berkolaborasi dengan tokoh dan kelompok lain di desa dan sekitarnya untuk berpartisipasi dalam jejaring kolektif perempuan yang lebih luas.
Dalam mendukung perempuan untuk membentuk atau memperkuat kelompok dan keberagaman mereka, OMS Mitra MAMPU berfokus pada inklusi gender dan tujuan pemberdayaan perempuan akar rumput di pedesaan, yang menurut perempuan desa di seluruh desa ‘intervensi’ penelitian, mendukung setiap proses yang disebutkan di atas, yang banyak kita bahas dalam bab ini, terutama dalam hal peningkatan keterampilan, pengetahuan, jejaring, dan kapasitas lainnya. OMS telah mendukung perempuan dengan cara yang membantu membangun kepercayaan dan keyakinan diri mereka. Ini merupakan proses yang berlangsung dari waktu ke waktu, terutama melalui partisipasi kelompok yang diperluas, daripada sesuatu yang terjadi dari satu kali kegiatan, seperti pelatihan atau lokakarya. Keyakinan internal dan kepercayaan diri membuat perempuan lebih memiliki kuasa untuk membentuk dunia kehidupannya, dan kuasa diri mereka, yakni rasa harga diri dan pengetahuan diri pribadi mereka. Ini sering kali merupakan langkah pertama yang penting bagi perempuan, terutama jika mereka pernah mengalami marginalisasi sosial ekonomi. Ini menggerakkan berbagai proses pemberdayaan lainnya, termasuk peningkatan kesadaran tentang masalah dan kebutuhan perempuan. Ini juga menjadi dasar bagi perempuan untuk terlibat, baik dalam kelompok perempuan dan forum komunitas di tingkat desa (dan terkadang kabupaten), dan untuk mengungkapkan minat dan keprihatinan mereka. Hal ini pada akhirnya dapat memicu perubahan jangka panjang dalam kehidupan perempuan.
Cara OMS Mitra MAMPU membantu memperkuat agensi perempuan melalui partisipasi kelompok yang lebih luas dan melalui kegiatan khusus yang diidentifikasi dalam penelitian ini, dideskripsikan dalam Gambar 22 dan dibahas lebih lanjut di bawah ini.
Gambar 22: Memperkuat Agensi Perempuan melalui Kegiatan Kelompok

Membangun keterampilan
Semua OMS yang tercakup dalam penelitan ini berusaha untuk berkontribusi pada pemberdayaan perempuan dan kecenderungan untuk menggunakan suara dan pengaruh dengan membangun keterampilan praktis dalam jangka pendek, dan keterampilan yang membangun potensi mereka untuk memiliki pengaruh politik jangka panjang dengan berpartisipasi dalam desa yang berhadapan dengan publik dan forum pengambilan keputusan lainnya, serta dalam mengambil kepemimpinan dan peluang pengorganisasian. Dukungan untuk pengembangan keterampilan dalam banyak kasus diberikan melalui dan terkait dengan kegiatan sosial yang penting dalam kehidupan masyarakat.
Dalam banyak kasus di lokasi penelitian, mendukung perempuan desa melalui kegiatan kelompok yang difokuskan pada kedua jenis keterampilan—keterampilan praktis dan intrinsik untuk partisipasi politik dan keterlibatan publik—bersama dengan penguatan pengetahuan dan kesadaran, adalah yang membedakan kelompok-kelompok yang didukung oleh OMS Mitra MAMPU dengan pihak lainnya yang melibatkan perempuan di seluruh lokasi penelitian. Dalam penelitian ini jarang dijumpai PKK, Posyandu, KWT, pengajian atau kelompok ekonomi yang memfokuskan kegiatan pada kedua domain, meliputi penguatan keterampilan praktis yang beragam (seperti dijelaskan di atas, kegiatan cenderung memiliki lingkup yang sempit dan terbatas) dan keterampilan untuk berpartisipasi dalam forum pengambilan keputusan publik, seperti keterampilan berbicara di muka umum. Meskipun demikian, bagi sebagian perempuan dalam kelompok yang sudah ada ini, keterampilan dalam kepemimpinan dan pengorganisasian masyarakat berkembang dari waktu ke waktu melalui proses memimpin kelompok yang ada ini.
Keterampilan mata pencaharian
Karena banyak perempuan di desa penelitian cenderung berada dalam situasi genting, mengalami (sering kali berbagai dimensi) kemiskinan yang signifikan, banyak OMS berusaha mengembangkan keterampilan yang mendukung mata pencaharian dan kemandirian ekonomi perempuan. Studi Migunani (2017) menemukan bahwa memberikan dukungan untuk pengembangan keterampilan praktis (dan simpan pinjam—lihat di bawah ini) adalah dukungan yang mendorong partisipasi kelompok sejak awal dengan memberikan manfaat yang langsung dan sangat praktis bagi perempuan untuk meningkatkan taraf kehidupan mereka. Dukungan ini termasuk pelatihan tentang berbagai keterampilan di seluruh lokasi penelitian untuk mendukung pengembangan mata pencaharian, mulai dari pelatihan tentang penganggaran hingga lokakarya tentang pertanian organik, dan cara menjalankan usaha kecil (misalnya, produksi dan penjualan kue atau makanan ringan lainnya).
Di Timor Tengah Utara, misalnya, mitra FPL YABIKU mendukung perempuan melalui kursus menjahit, menyewakan terpal, dan menjual tais (sejenis kain tenun khas dari Timor). Pendapatan dari kegiatan ini membantu anggota YABIKU secara finansial, sekaligus mengembangkan keterampilan mata pencaharian perempuan. Selain itu, pelatihan dilakukan untuk mengajari ibu-ibu cara memproduksi minyak kelapa, kerupuk dan jajanan lainnya, yang kemudian bisa mereka jual untuk menghidupi diri dan keluarganya. Setelah perempuan lebih percaya diri dalam menerapkan keterampilan ini, hal ini sering kali juga berdampak positif pada orang lain, seperti yang digambarkan oleh seorang perempuan yang diwawancarai di Lombok Timur:
“Kemarin diberi tahu CO [community organizer atau staf lapangan] BaKTI, kita buat talas yang sama perempuan dan janda di desa. Dulu kan berkelompok. Ubi, talas, saya coba lanjutkan. Trus saya usul sebelum usaha sendiri, gimana gitu kalau kita bikin kripik seperti taro gitu? Gimana caranya gitu kan? Ya saya pinjam-pinjam alat ke tetangga.” Husnul, desa penelitian di Lombok Timur, 11 Juli 2019.
Kegiatan simpan pinjam
Di banyak desa, OMS dalam penelitian ini juga mendukung perempuan untuk membentuk kelompok simpan pinjam. Melalui kelompok ini, perempuan menyumbangkan iuran bulanan dalam jumlah kecil untuk dana kelompok. Dana ini kemudian dapat dipinjam, dengan bunga yang kecil, oleh perempuan lain yang ingin memulai usaha sendiri. Sebagai contoh:
“Dulu awalnya pinjam Rp250 ribu, terus Rp500 ribu, lalu Rp1 juta, pokoknya saya pinjam sampai Rp5 juta untuk modal ternak itik. Mengembalikannya dengan jual telur di pasar Alabio tiap hari Rabu dengan naik kapal.” Anggota kelompok Pekka, desa penelitian di Hulu Sungai Utara, 16 Juli 2019.
Kelompok simpan pinjam sering kali memberikan alternatif kepada perempuan untuk mengakses modal dan menghindari hutang yang berlebihan serta rentenir, seperti yang terjadi di Lombok Tengah:
“Kelompok Pemerhati Pekerja Migran [La Tansa] ini memang lahirnya atas dasar kebutuhan juga sih. Di mana masyarakat yang tadinya mereka itu kalau berangkat ke luar negeri minjem sama rentenir [untuk biaya migrasi]. Termasuk ketika juga mau membuka usaha, minjemnya sama rentenir. Akhirnya dibuat kelompok untuk pemberdayaan ekonomi mereka. Mereka itu misalnya ketika ada isu-isu atau kasus pekerja migran, atau ketika ada masyarakat yang mau berangkat atau pulang dari luar negeri, maka teman-teman kader ini kan dari semua dusun. Teman-teman kader ini yang akan melaporkan ke DESBUMI, mereka berkoordinasi.” Anggota Panca Karsa, desa penelitian di Lombok Tengah, 2 Juli 2019.
Keterampilan hidup
Kegiatan lain berusaha untuk mendukung perempuan di ranah domestik, misalnya dengan memberi mereka kelas tentang bagaimana membesarkan anak dan menjalin komunikasi dengan suami mereka. Ini merupakan seperangkat keterampilan lain yang menurut perempuan bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Di desa penelitian di Kabupaten Cirebon, salah satu kelas yang dibawakan oleh ‘Aisyiyah adalah program komunikasi dalam keluarga, khususnya antar pasangan, serta tentang pengasuhan anak. Mendukung perempuan di bidang-bidang ini sering kali berdampak besar pada kehidupan sehari-hari mereka dalam cara mereka berbagi peran dan mengelola masalah rumah tangga yang muncul. Kami juga melihat ini di desa lain. Di desa penelitian di Tanggamus, misalnya, Mariana, seorang peserta pelatihan kesadaran gender DAMAR, merefleksikan berbagai kelas yang pernah diikutinya bersama anggota keluarganya:
“Alhamdulillah untuk pribadi saya individu banyak sekali perubahan, tadinya kita apa ya, untuk di dalam rumah tangga, taruhlah suami saya yang tidak ingin masak itu kita berbagi peran, gantian masak, nyuci. Kalau aku pulang sore dia yang nyuci, bisa nyapu juga. Berbagi peran lah, kerja sama-sama. Tidak membedakan mana pekerjaan perempuan mana laki-laki.”
“Untuk cara mendidik anak juga, ya tadinya anak saya gak mau cuci piring sendiri. Setelah ikut kegiatan remaja putra, ya kerjaan ibunya ya dibantu. Ilmunya sangat berarti bagi diri kita sendiri baru kita tularkan ke teman-teman.” Mariana, desa penelitian di Tanggamus, 5 Juli 2019.
Namun, inisiatif ini memang membutuhkan waktu untuk memicu perubahan dalam jangka panjang. Seorang anggota Sekolah Perempuan di Gresik mengikuti kelas serupa dengan yang di Tanggamus dan mengatakan bahwa:
“Kalau misalkan ditinggal sampeyan kerja, siapa yang ngurusi sapi dirumah? Saya bilang gitu. Kalau sampeyan nggak ngurusi pekerjaan ku ya aku nggak ngurusi pekerjaan sampeyan. Saya bilang gitu mbak.” Anggota Sekolah Perempuan, Gresik, 20 Februari 2019.
Partisipasi politik dan keterampilan kepemimpinan
Perempuan juga didukung dalam pengembangan keterampilan mereka dalam partisipasi politik, terutama untuk mengekspresikan pandangan mereka dalam forum pengambilan keputusan publik, dan untuk mengambil kepemimpinan dan peran publik lainnya. Kami melihat banyak contoh di Bab 4 dan dalam berbagai kutipan studi kasus desa tentang Cerita Perubahan, di mana perempuan menggambarkan pentingnya mempraktikkan berbicara di depan umum dan belajar tentang proses pemerintahan, tidak hanya untuk meningkatkan partisipasi mereka dalam forum pengambilan keputusan yang lebih formal, tetapi juga menumbuhkan kepercayaan diri mereka untuk berdiri dan mengedepankan pandangan mereka atau membuat proposal. Pandangan umum di antara perempuan dalam wawancara dan di berbagai jenis kelompok yang didukung OMS adalah pentingnya mendapatkan kepercayaan diri dan keterampilan berbicara di depan umum sehingga dapat berpartisipasi penuh di desa dan forum pengambilan keputusan lainnya.
“Sekarang berani ngomong, berani curhat, sama-sama teman gitu, kayaknya wawasannya luas, ke kecamatan, Alhamdulilah diajak, ada Musrenbang [kecamatan] diajak.” Farah, desa penelitian Hulu Sungai Utara, 13 Juli 2019.
Di desa penelitian Cirebon, misalnya, perempuan pernah mendapatkan pelatihan tentang kesehatan reproduksi dan peningkatan keterampilan termasuk kepemimpinan perempuan dan public speaking. Begitu pula di desa penelitian Hulu Sungai Utara, dalam pertemuan rutinnya, anggota Serikat Pekka berlatih berbicara di depan orang lain, seperti yang dibahas dalam Bab 5. Di kelompok Sekolah Perempuan di Gresik dan Pangkep, perempuan juga berlatih public speaking.
Penting juga untuk ditekankan, bahwa pengembangan keterampilan semacam itu berlangsung seiring waktu. Hal ini tidak hanya dihasilkan dari kegiatan khusus dan terarah yang difokuskan pada kegiatan berbicara di depan umum, kepemimpinan, perencanaan dan pengelolaan, tetapi juga proses yang lebih luas dari partisipasi kelompok, pengorganisasian, dan keterlibatan baik dengan perempuan dan anggota masyarakat lainnya. Kami mengamati kisah Srikandi di bawah ini, dan dalam kisah perjalanan hidup banyak perempuan yang diwawancarai dalam penelitian ini (lihat Bab 4 dan Setiawan, dkk., 2020).
Keterampilan literasi dan komunikasi
Perempuan juga telah didukung dalam mengembangkan keterampilan literasi dan berkomunikasi mereka. Ini adalah keterampilan praktis penting yang membantu banyak perempuan untuk tidak hanya mengambil lebih banyak kesempatan yang mereka dapat sebelumnya, tetapi juga untuk mengekspresikan pandangan mereka dan berkomunikasi dengan cara dan format yang berbeda kepada berbagai jenis audiens.
Di desa penelitian Hulu Sungai Utara misalnya, PEKKA meminta perempuan untuk menulis tugas akhir sebagai bagian dari Akademi Paradigta. PEKKA juga menerbitkan buletin berisi artikel dari tulisan para anggota dari berbagai desa. Para perempuan bisa menulis tentang kegiatan PEKKA, tetapi juga pengalaman hidup mereka sendiri. PEKKA memberikan dukungan penyuntingan serta insentif keuangan untuk mendorong perempuan menulis. Ini adalah sarana untuk mensosialisasikan kegiatan PEKKA kepada para anggotanya, mitra dan pejabat pemerintah, tetapi juga memberikan perempuan jalan untuk mengekspresikan diri:
“Kalau punyaku ya, judulnya bahagia akhir derita. Dulu waktu nulis mah lagi menderita banget gitu ceritanya, makanya sampai nangis soalnya ya gitu lah, suami punya istri.” Ketua kelompok pekka, desa penelitian di Hulu Sungai Utara, 19 Juli 2019.
Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
Dukungan yang disebutkan di atas untuk pengembangan keterampilan tumpang tindih dengan kegiatan kelompok yang bertujuan untuk membangun pengetahuan atau meningkatkan pemahaman perempuan tentang masalah tertentu yang relevan dengan mereka. Semua OMS Mitra MAMPU dalam studi ini berupaya untuk meningkatkan pengetahuan perempuan dan kesadaran gender melalui kegiatan kelompok perempuan, dan banyak dari mereka berupaya untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran gender secara lebih luas di desa. Sejumlah OMS Mitra MAMPU juga terlibat dalam berbagi informasi umum tentang pemerintahan desa dan kabupaten sehingga perempuan mengembangkan lebih banyak kesadaran tentang proses ini dan masing-masing juga berbagi pengetahuan sektoral tentang isu-isu khusus untuk masyarakat desa yang bersangkutan.
Kesehatan dan pengetahuan tentang masalah sektoral lainnya
Banyak OMS dalam studi ini juga berupaya untuk membagikan informasi tentang kesehatan perempuan, dan juga untuk meningkatkan kualitas dan akses perempuan ke layanan kesehatan. Mereka melakukannya dengan memberi perempuan informasi tentang perawatan kesehatan sehingga mereka dapat membuat pilihan berdasarkan informasi tentang tubuh dan kehidupan mereka. Misalnya, di Cirebon, BSA (Balai Sakinah ‘Aisyiyah) memberikan informasi tentang menyusui dan nutrisi, serta kontrasepsi dan kanker payudara serta serviks. Seperti dijelaskan oleh Srikandi (juga Sri) dalam Kotak 24 di bawah ini, bagi banyak perempuan ini adalah informasi baru yang sangat penting di desa-desa, di mana banyak orang menghadapi masalah kesehatan karena kurangnya akses ke air bersih. Srikandi ingat bahwa awalnya dia memiliki sedikit pengetahuan tentang masalah perawatan kesehatan dan tidak mengerti bagaimana menanganinya. Namun melalui keterlibatannya dengan BSA, dia memperoleh pengetahuan yang lebih baik tentang perawatan kesehatan:
“Awalnya kan ibu nggak ngerti apa itu kanker serviks… Setelah mengikuti program dari ‘Aisyiyah MAMPU dan akhirnya tahu bahwa kanker serviks itu sangat berbahaya.” Srikandi, desa penelitian di Cirebon, 23 Februari 2019.
Selain kesadaran gender yang luas, kegiatan berbagi pengetahuan lainnya sering kali berkaitan langsung dengan masalah utama yang dihadapi oleh perempuan pada khususnya dan masyarakat desa pada umumnya di setiap komunitas. Misalnya di Lombok Tengah, Panca Karsa memberikan informasi tentang pekerja migran dan keselamatan pekerja migran melalui kader desanya yang diorganisir di DESBUMI dan kelompok perempuan La Tansa. Di Deli Serdang dan Bantul, anggota serikat pekerja rumahan mendapatkan informasi penting tentang kondisi kerja, akses ke asuransi kesehatan dan program lainnya. Berbagi pengetahuan seperti itu sangat membantu perempuan untuk lebih sadar akan hak-hak utama di sektor-sektor utama, dan layanan dan program pendukung yang tersedia bagi mereka, serta bagaimana mengakses layanan dan program tersebut. Mereka kemudian akan sering membagikan informasi ini dengan penduduk desa lainnya.
Gender dan hak perempuan
Berbagai OMS juga memberikan lebih banyak informasi kepada perempuan tentang gender dan hak-hak perempuan. Ini sering kali merepresentasikan perubahan dramatis dengan pengetahuan yang ada, yang dapat diamati dalam pembahasan tentang pengalaman dan persepsi perempuan di Bab 4.
Seiring waktu, memberikan pendidikan kepada perempuan tentang hak-hak mereka dapat menumbuhkan kesadaran mereka tentang masalah-masalah ini dan kemampuan untuk membayangkan perubahan, termasuk partisipasi perempuan dalam proses politik. Seorang perempuan muda yang mulai berpartisipasi di Sekolah Perempuan di akhir masa remajanya merefleksikan:
“Oh, saya ikut saja dulu, lalu kami diberi materi tentang hak-hak perempuan. Kemudian kami juga menemukan bahwa perempuan sebenarnya bisa menjadi pemimpin, kami disadarkan di Sekolah. Jadi saat itulah saya berpikir mungkin ini cara saya belajar tentang pemerintah dan saya ternyata benar. [Pengetahuan tentang pemerintah] itu menarik karena kami belum tahu apa hak kami sebagai perempuan. Kami mungkin memiliki hak, tetapi kami tidak memahami apa hak kami itu. Itulah kenyataannya.” Anggota Sekolah Perempuan, desa ‘intervensi’ penelitian di Gresik, 2 Maret 2019.
Mendidik perempuan tentang hak-hak mereka juga meningkatkan suara mereka di ranah domestik:
“Dampak ke saya itu oh ternyata kita ini sama lho kerjaannya dengan laki-laki itu sama. Hanya bedanya ya kita nyusui dan lain-lain. Bagi saya pribadi sih karena memang saya itu mungkin dari gadis wis tomboy ibaratnya laki perempuan sama gitu ya jadi pekerjaan laki itu tuh nek menurut saya itu ya sama aja. Iya orang saya di rumah sekarang pun ya walaupun saya di balai desa sekarang kadang-kadang banyak lah yang mereka image-nya saya di pekon saya harus begini-begini, ya enggak gitu. Saya kalau misalnya belanja ya saya bawa sendiri gitu.” Peserta DAMAR, desa penelitian di Tanggamus, 12 Juli 2019.
Pengetahuan tentang proses tata kelola pemerintahan
Selain itu, OMS dalam studi ini juga berupaya meningkatkan kesadaran perempuan dalam proses tata kelola. Misalnya, PEKKA melalui program pendidikan Akademi Paradigta sangat fokus pada tujuan pemberdayaan perempuan agar dapat memiliki dokumen kependudukan penting. Ini memberi perempuan pemahaman yang kuat tentang hak-hak mereka dan layanan pemerintah, tetapi juga merupakan dasar untuk pengembangan diri secara pribadi:
“Awal ikut pertemuan [Pekka] saya hanya diam saja. Saya belajar banyak seperti legalitas perempuan dan anak serta pengurusan dokumen cerai. Dari situlah awal keberanian saya, dari pengalaman yang saya alami sendiri. Lalu saya mulai ikut aktif kegiatan-kegiatan Pekka, seperti pertemuan dan pelatihan-pelatihan. Hal itu merupakan modal ilmu yang sangat berarti yang saya dapatkan dari Pekka. Saya termotivasi karena saya ingin menambah ilmu dan membentuk perempuan menjadi seorang pemimpin. Saya juga ingin membantu masyarakat agar punya KTP, KK, dan akta lahir.” Farah, desa penelitian di Hulu Sungai Utara, 13 Juli 2019.
Banyak kelompok perempuan lainnya, seperti Sekolah Perempuan, juga berfokus pada peningkatan kesadaran perempuan tentang proses tata kelola. Perempuan di desa ‘intervensi’ di Pangkep, misalnya, sekarang memiliki pemahaman yang lebih baik tentang program perlindungan sosial dan bagaimana mengakses serta memantau program tersebut yang kemudian mereka bagi dengan perempuan lain. Perempuan di desa penelitian di Lombok Tengah sekarang memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang proses hukum untuk pekerjaan di luar negeri. Perempuan di seluruh lokasi penelitian ‘intervensi’ juga lebih akrab dengan perencanaan dan proses pengambilan keputusan di tingkat desa. Pemahaman atas proses Musdes dan Musrenbangdes penting untuk mengetahui bagaimana mereka dapat berpartisipasi dan memengaruhi keputusan di desa.
Memperkuat dan memperluas jejaring
Melalui kegiatan OMS dan kelompok yang mereka dirikan, perempuan juga dapat memperkuat atau membangun dan memperluas jejaring mereka, seperti yang telah kita lihat pada Bab 4 dan 5 yang merupakan sumber modal sosial yang penting untuk tidak hanya memberikan perubahan positif dalam hidup mereka lebih cepat, tetapi juga untuk meningkatkan aksi kolektif perempuan yang melibatkan diri mereka sendiri dan orang lain guna memengaruhi proses tata kelola.
Pembangunan dan penguatan jejaring dimulai pada tingkat yang paling dasar dengan memperluas peluang untuk interaksi awal dan reguler dengan perempuan lain. Kemudian mungkin memperluas jejaring ini di luar kelompok. Misalnya di Kabupaten Hulu Sungai Utara, koperasi simpan pinjam yang dibentuk dengan dukungan dari PEKKA memungkinkan perempuan untuk bertemu perempuan di desanya sendiri yang tidak mereka kenal tetapi juga perempuan lain dari desa dan sekitarnya. Di Kabupaten Cirebon, melalui partisipasinya dalam program ‘Aisyiyah, Sri, salah satu anggota BSA, semakin berkomitmen untuk berbagi informasi dan pengetahuan yang diperolehnya dengan masyarakat (lihat Kotak 24 di bawah). Pengetahuan komunitas tumbuh, sementara Sri mendapatkan pengakuan dan jejaring baru dalam komunitas dan menjadi lebih berpengaruh.
Kemunculan jejaring semacam itu sering kali sangat dihargai oleh perempuan di tingkat pribadi:
“Memasak kerupuk, mengolah telur asin, kerajinan … Jadi kita sama-sama baru dibagi, 50an [orang biasanya]. Diajarin tentang kepemimpinan … berbagi cerita [di depan umum], dan kemudian ada tugas. …. Kemudian, menabung [untuk kegiatan simpan pinjam]. [Yang ikut kegiatan] dari desa lain juga ada, [jadi] banyak teman.” Kader Pekka, desa penelitian di Hulu Sungai Utara, 15 Juli 2019.
“Betah, seperti kayak anak. Perasaan kayak anak. Kan kita, sodara aku mengajak ke sana, aku bilang; kalau misalnya aku tidak [pindah ke kota], aku masih sayang sama anggota-anggota. Aku sayangnya itu ada kelompok Pekka, jadi aku sayang meninggalkan. Adikku inginnya aku pindah, katanya jangan ke sawah lagi.” Aminah, ketua kelompok PEKKA, desa penelitian di Hulu Sungai Utara, 15 Juli 2019.
Kelompok-kelompok ini sering kali menjadi ruang informal yang aman di mana perempuan dapat berbagi pengalaman. Potensi dampak ini tidak boleh diremehkan. Misalnya, di desa penelitian di Kabupaten Lombok Tengah, istri seorang pekerja migran di Malaysia memberi tahu kelompok perempuan La Tansa ketika suaminya ditangkap setelah melarikan diri dari tempat kerjanya. Dengan bantuan anggota La Tansa lainnya, masalah ini menjadi perhatian DESBUMI dan Panca Karsa yang kemudian membantu keluarga tersebut.
Berbagai efek: Pemberdayaan
Perempuan mengalami perubahan positif pada berbagai tingkatan agensi dan kekuatan mereka untuk memengaruhi perubahan dalam hidup mereka, yang tumbuh melalui: partisipasi kelompok dan berbagai jenis kegiatan, pengetahuan dan jejaring baru yang diperkuat. Pengetahuan tentang program perawatan kesehatan, layanan, dan perlindungan sosial misalnya, telah memberi perempuan informasi dan akses ke layanan dan dukungan yang berkualitas. Dengan mengembangkan keterampilan perempuan dalam berbicara di depan umum dan menulis, untuk sejumlah perempuan keterampilan literasi mereka telah ditingkatkan dan mereka sekarang lebih dapat mengungkapkan pendapat. Begitu pula di ranah domestik, pelatihan tentang gender dan hak-hak perempuan telah memberdayakan perempuan untuk bersuara. Ini menggambarkan peningkatan kepercayaan diri perempuan secara keseluruhan. Sebagai contoh:
“Ada ga sih rasa ga percaya diri, terus. Tapi mba, Alhamdulilah, sering ngomong-ngomong gitu sama dari amuntai, sekarang sedikit-sedikitlah bisa ngomong gitu. Iya ga percaya diri seperti, kayaknya orang bodoh gitu. Sekarang berani ngomong, berani curhat, sama-sama teman gitu, Percaya diri itu mungkin 2 tahun 3 tahun lah. Belajar ngomong, kalau memimpin acara satu-satu kalau minggu ini, kamu harus memimpin acara.” Farah, desa penelitian di Hulu Sungai Utara, 13 Juli 2019.
Dalam beberapa kasus, partisipasi kelompok, pengembangan atau penguatan keterampilan organisasi dan kepemimpinan telah membawa pengaruh yang lebih besar bagi banyak perempuan di desa-desa—kami melihat banyak contoh kasus tersebut di Bab 4. Bagi sebagian orang, hal ini mengarah pada partisipasi langsung dan representasi perempuan dalam pemerintahan desa. Kisah Sri (lihat Kotak 24), misalnya, menunjukkan berbagai efek dari keikutsertaannya dalam kegiatan kelompok, pembelajaran, dan penguatan jejaring, dan bagaimana melalui pekerjaannya ia semakin dikenal oleh masyarakat dan akhirnya dipilih—oleh laki-laki—sebagai Ketua RW.
Kotak 24: Srikandi, Kader Kesehatan ‘Aisyiyah, Cirebon, Jawa Barat
Srikandi adalah seorang ibu rumah tangga berusia empat puluh delapan tahun dan ibu dari tiga putra. Dia pindah ke lingkungannya sekarang 20 tahun yang lalu ketika dia menikah dengan suaminya, yang bekerja sebagai pedagang kaki lima di luar Cirebon. Sri tinggal di daerah paling tertinggal di desa penelitian. Masyarakat terpengaruh oleh masalah kebersihan dan kesehatan, termasuk akses ke air bersih. Banyak warga desa memanfaatkan sungai, meski ada juga yang menyalurkan air tanah dari sawah ke rumah mereka. Tantangan akses air bersih diperparah dengan maraknya penyakit infeksi seperti kusta dan tuberkulosis, serta penyakit tidak menular seperti kanker dan tekanan darah tinggi.
Sri mulai tertarik menjadi kader ‘Aisyiyah tahun 2008 atas usul Kepala Desa. Kepala Desa (Pak Kuwu) yang juga seorang pendatang dari daerah lain di Cirebon, pindah ke daerah Sri setelah menikah dengan sepupu suami Sri. Dari sinilah ia mengenal Sri, yang menunjukkan pentingnya jejaring keluarga. Namun, pemilihan Sri bukan semata-mata karena hubungan keluarga. Sebelum terpilih menjadi kader desa pada tahun 2008, Sri aktif sebagai komite sekolah dasar dan pemotretan pengumuman kesehatan masyarakat setempat.
Tak lama setelah terpilih sebagai relawan kelompok perawatan kesehatan ibu dan anak (Posyandu), Sri mulai terlibat dalam lebih banyak kerja masyarakat, termasuk di PKK dan di Puskesmas. Pengalaman keluarga Sri memotivasi dia untuk menjadi relawan kesehatan di komunitasnya. Ayah Sri menderita batuk selama bertahun-tahun hingga meninggal tanpa mengetahui penyebab penyakitnya. Ketika bertemu seseorang yang tidak sehat, Sri sering membayangkan bahwa ayahnya, dirinya sendiri, dan keluarganya sedang sakit. Empati ini adalah kekuatan pendorong utamanya untuk menjadi sukarelawan dan untuk selalu bertanya dan mencari tahu lebih banyak tentang penyakit dan cara mengobatinya.
Pada tahun 2014, Kepala Desa merekomendasikan dirinya menjadi kader BSA. Rekomendasi ini menanggapi permintaan Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah kepada Kepala Desa untuk mengidentifikasikan perempuan desa yang berpotensi untuk menjadi relawan dalam program mereka. Sri merefleksikan bahwa pada awalnya dia tidak sepenuhnya memahami istilah penyakit atau pengobatan, maupun gejala penyakit dan bagaimana menanganinya saat bekerja di Puskesmas. Namun, melalui keterlibatannya dengan ‘Aisyiyah, Sri memperoleh pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan kesehatan:
“Kalau nggak salah ‘Aisyiyah masuk 2014. Yang namanya “kespro [kesehatan reproduksi]” awal-awal kan tidak mengerti. Setelah dengan adanya pertemuan dengan BSA rutin dari ‘Aisyiyah MAMPU ya terus kan ibu pun bertanya apa itu tentang kespro. Awalnya kan ibu nggak ngerti apa itu kanker serviks, tahunya hanya [melihat] di televisi. Setelah mengikuti program dari ‘Aisyiyah MAMPU dan akhirnya tahu bahwa kanker serviks itu sangat berbahaya.”
Meskipun sebagai sukarelawan kesehatan tanpa upah maupun penggantian biaya transportasi, Sri tetap mengunjungi pasien untuk memberi tahu mereka tentang penyakit dan mendorong mereka untuk mencari dan mempertahankan pengobatan. Sri merasa memiliki tanggung jawab moral:
“Engga tau, hanya Ibu [saya] tuh kayak punya, merasa kayak punya kewajiban itu. [Kalau] punya kewajiban terasa kan, kalau belum dilaksanakan perasaan tuh kayak penasaran gitu … Jadi kita tuh sebagai kader juga walaupun gak ada gajinya [tetapi merasa bahwa] berarti saya sudah ditunjuk. [Jadi], harus punya dermawan. Kader itu ya singkatan: kegiatan-dermawan.”
Setelah menjadi kader, semangat Sri untuk mengetahui tentang penyakit dan berbagi informasi di masyarakat semakin meningkat. Pada tahun 2016, komitmennya untuk bekerja sebagai Kader Pencegahan Tuberkulosis dan berbagi informasi dengan anggota masyarakat berisiko tinggi untuk puskesmas setempat membuatnya ditampilkan dalam sebuah video untuk USAID-LKNU. Sri juga mulai berkontribusi pada banyak program klinik kesehatan lainnya, termasuk untuk bidan, perawatan lansia, dan kesadaran laki-laki tentang kesehatan ibu.
Pekerjaannya di puskesmas terkait erat dengan pekerjaannya sebagai kader ‘Aisyiyah. Ilmu yang didapatnya melalui program ‘Aisyiyah membuatnya semakin berkomitmen untuk mau mengunjungi warga. Tanpa uang transportasi, dia mengunjungi orang-orang yang kurang sehat di daerahnya. Sri telah menjadi penghubung bagi perempuan yang memiliki masalah kesehatan, dia berbicara dengan perempuan setempat, memeriksa perempuan yang khawatir tentang pertumbuhan benjolan di payudara mereka dan mendorong mereka untuk pergi ke klinik kesehatan setempat atau rumah sakit kota. Sri berkeliling desanya setiap hari naik angkutan atau diantar oleh putranya ke Pondok Bersalin Desa (Polindes) dan klinik kesehatan. Sri bahkan memberikan resep obat kepada perempuan setempat dan memastikan pasien meminum obat sesuai dengan dosisnya. Menurut mantan bidan desa, Sri adalah seorang panutan:
“Siapapun beliau adalah pemotor yang mau peduli tentang lingkungan, tentang keberadaan kaum yang ada di sekitarnya, dan untuk mengajak seperti yang beliau itu kan perlu proses. Jangankan seperti Bu Sri, jadi Kader Posyandu aja kadang-kadang orang desa itu, sangat susah loh bu, rasa takutnya besar. Rasa takutnya [karena], ‘ah engga ah, saya orang tidak berpendidikan’, itu tetep ada. Tapi kalau sudah terbiasa dengan perkumpulan ke desa kayak gitu, dia punya ada niat untuk belajar, terus ada niat ingin tahunya besar, nah berarti dia akan memotivasi diri sendirinya akan kuat.” Mantan Bidan Desa, Cirebon, Maret 2019.
Dedikasi Sri pada pekerjaannya mulai semakin dikenal oleh komunitasnya. Pada 2018, tanpa sepengetahuannya, dia terpilih menjadi ketua Rukun Warga (RW) dalam rapat yang hanya dihadiri laki-laki. Sri terpilih sebagai salah satu dari enam belas perempuan inspiratif di Indonesia pada acara Hari Perempuan Sedunia ‘Mendengarkan Perempuan dari Arus Bawah’ yang dibuka oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta. Sri adalah satu-satunya perempuan yang mewakili Kabupaten Cirebon dan ‘Aisyiyah.
Selain perubahan pada tingkat individu perempuan, kegiatan OMS juga telah menghasilkan perubahan lainnya. Terkadang upaya OMS juga menyebabkan kepemimpinan laki-laki menjadi lebih peka terhadap masalah perempuan. Dalam kasus lain, program OMS direplikasi ke desa lain, seperti yang terjadi pada kelompok paralegal yang dibentuk oleh YABIKU di Timor Utara Tengah, atau dengan Sekolah Perempuan di Gresik. Di Lombok Tengah, sebagai akibat dari aktivitas OMS, terjadi penurunan jumlah pekerja migran perempuan. Ini adalah hasil dari lebih banyak informasi tetapi juga karena orang diberi alternatif yang layak untuk menghasilkan pendapatan, yaitu karena keterampilan mereka telah ditingkatkan dan dengan dapat meminjam dana untuk memulai usaha mereka sendiri.
Struktur organisasi OMS untuk menjangkau perempuan desa
Serangkaian struktur organisasi OMS yang berbeda ditemukan selama penelitian ini, yang juga berimplikasi pada bentuk pilihan cara OMS mendukung perempuan desa untuk memperkuat agensi mereka dan dalam aksi kolektif perempuan. Bagian ini membahas jenis struktur internal OMS dan pendekatan yang digunakan untuk mendukung perempuan desa selain dengan mendukung pembentukan kelompok atau berkolaborasi dengan kelompok yang sudah ada seperti yang dibahas di atas. Termasuk cara OMS nasional dan organisasi massa perempuan berfokus pada inklusi gender dan tujuan pemberdayaan perempuan terhubung dengan komunitas melalui struktur cabang, atau dalam kemitraan dan melalui jejaring dengan organisasi lain di daerah kabupaten sehingga memiliki dampak di lapangan. Kemudian juga termasuk berbagai cara staf dan mitra OMS berhubungan dengan penduduk desa (melalui keterlibatan staf langsung, pengorganisasi masyarakat/pekerja lapangan, kader, atau kombinasi ketiganya).
Pada tahun 2016, MAMPU menugaskan sekelompok peneliti dari lembaga penelitian non-profit Migunani untuk melakukan kajian mengenai jenis-jenis OMS Mitra MAMPU nasional, struktur organisasi OMS-OMS ini, serta bagaimana mereka berupaya untuk menjangkau perempuan desa. Studi Migunani (2017) ini mengidentifikasi tiga jenis struktur di antara mitra MAMPU berdasarkan struktur internal organisasi dan hubungannya dengan organisasi lain, yang diuraikan dalam kotak di bawah. Struktur ini, menurut studi tahun 2017, memengaruhi sifat keanggotaan dan identitas kelompok, bentuk pelibatan, dan gaya atau sifat dukungan dan fasilitasi.
Kotak 25: Migunani (2017) Tipologi Struktur OMS dan Bentuk Pelibatan
Tipe A—struktur cabang berjenjang, yaitu “Mitra nasional membangun koneksi dengan kelompok-kelompok lokal melalui gabungan perwakilan provinsi, kabupaten atau kecamatan. Identitas kelompok lokal mencerminkan identitas mitra nasional dan memiliki bentuk yang sama di setiap lokasi” (2017, 11). Struktur organisasi tersebut, seperti PEKKA, ‘Aisyiyah, dan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) mencerminkan struktur cabang.
Tipe B—pelibatan sub-mitra, yaitu “Mitra nasional membentuk kemitraan dengan organisasi masyarakat sipil (OMS) di berbagai tingkat yang menangani masalah serupa. Sub-mitra ini kemudian membentuk atau mendukung kelompok aksi kolektif atau kegiatan yang terkait dengan masalah bersama. Identitas kelompok lebih bersifat individual dan peran sub-mitra lebih menonjol” (2017, 11). Contoh struktur kemitraan yang melibatkan organisasi nasional seperti Migrant CARE dan KAPAL Perempuan di tingkat nasional, dan mitranya di tingkat provinsi dan kabupaten seperti Panca Karsa di Lombok Tengah (mitra Migrant CARE), sedangkan KPS2K di Gresik, dan YKPM di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan merupakan mitra KAPAL Perempuan.
Tipe C—kegiatan multi-pihak, yaitu “Ini dikatalisis oleh mitra nasional di berbagai tingkat, dan kegiatan multi-pihak ini merupakan aksi kolektif, dan anggotanya adalah organisasi, bukan individu” (2017, 11). Struktur ini cenderung mencerminkan konsorsium dan jejaring, misalnya jejaring FPL/Women’s Crisis Center di seluruh nusantara tetapi memiliki tim kecil di Jakarta, dan konsorsium daerah seperti PERMAMPU (berafiliasi dengan DAMAR, misalnya) di Sumatera, dan BaKTI di Indonesia Timur (berafiliasi dengan LSPDM, misalnya).
Pengaturan ini sebagian besar tercermin dalam temuan penelitian ini, meskipun studi ini tidak berfokus pada sejauh mana identitas cabang lokal, mitra, dan organisasi anggota konsorsium berbeda secara signifikan dari identitas mitra MAMPU nasional karena berada di luar cakupan penelitian.
Kami memang, bagaimanapun, mengamati bahwa untuk Tipe B dan C, terdapat variasi lebih lanjut di antara mitra daerah dari organisasi nasional. Kami membahas variasi ini lebih jauh di bawah ini. Kami juga mengidentifikasi bahwa salah satu mitra MAMPU, yaitu BaKTI, yang tidak dapat berpartisipasi dalam studi Migunani (2017) memiliki struktur yang sedikit berbeda dengan ketiga jenis tersebut, yaitu model yayasan wilayah. Dengan demikian, kami mengidentifikasi lima model pelibatan yang terdiri dari Tipe A, dua sub-tipe Tipe B, model pelibatan bervariasi untuk Tipe C, dan satu model tambahan untuk BaKTI di Tipe D.
Jenis struktur dan model OMS untuk membangun koneksi dengan perempuan desa
Di seluruh lokasi penelitian, bagaimana OMS berinteraksi dengan perempuan desa melibatkan pendekatan berbeda untuk keterlibatan di lapangan. Hal ini sebagian mencerminkan jenis struktur organisasi internal OMS yang disebutkan di atas seperti yang diidentifikasi oleh Migunani (2017)—struktur cabang, model mitra daerah, atau model konsorsium—tetapi juga perbedaan cara mitra OMS mengorganisir staf, pengorganisasi masyarakat, dan kadernya (secara kolektif sumber daya manusia OMS) untuk menjangkau, mendukung dan terlibat dengan perempuan desa dan komunitas mereka. Setiap struktur dan model dukungan memiliki kelebihan dalam cara organisasi-organisasi ini berhubungan dengan desa, beradaptasi dengan kondisi lokal, dan memberikan dukungan kepada perempuan desa. Setiap model juga melibatkan trade-off, di mana mitra MAMPU harus membuat keputusan sulit, terutama dalam hal sumber daya. Pada bagian ini, kami mengidentifikasi setiap struktur organisasi yang luas dan pendekatan kepegawaian. Di bagian selanjutnya, kami juga melihat kelebihan dan trade-off dari pilihan yang dibuat untuk kepegawaian, keterlibatan dan pengorganisasian komunitas, yang tidak selalu spesifik untuk satu struktur organisasi, untuk menjelaskan pembelajaran yang lebih luas.
1. Tipe-A: Organisasi dengan struktur cabang berjenjang
Sebagian besar organisasi dengan struktur cabang Tipe-A dalam studi ini mendukung perempuan desa melalui beberapa kombinasi staf yang digaji dari cabang daerah (dan kunjungan berkala dari staf di tingkat yang lebih tinggi) dan sistem kader perempuan desa yang membantu mengatur dan mendukung kelompok perempuan desa. Dalam model ini, melalui struktur cabang, pengorganisasi masyarakat yang ditugaskan oleh OMS (yang pertama kali direkrut sebagai anggota organisasi) merekrut dan kemudian mendukung staf kader desa setempat yang ada di desa, yang pada gilirannya memobilisasi dukungan dari perempuan desa lainnya untuk mendirikan kelompok perempuan desa dan juga membantu menumbuhkan keanggotaan kelompok/organisasi. Banyak kader desa yang diundang untuk berpartisipasi oleh OMS sejak awal cenderung (tetapi tidak selalu) memiliki setidaknya beberapa pengalaman berorganisasi dari berpartisipasi dalam kelompok atau kegiatan lain (misalnya Posyandu). Pengeluaran ditanggung organisasi tetapi kader desa umumnya tidak dibayar untuk waktu, kecuali mereka bepergian atau melakukan kegiatan di luar desa atas nama organisasi.
Strategi ini digunakan PEKKA di desa penelitian Bangkalan di Madura, Jawa Timur, dan di desa penelitian Hulu Sungai Utara di Kalimantan Selatan. Pada kebanyakan kasus, staf cabang PEKKA berbasis di kabupaten dan dibayar dari dana nasional.14 Di lokasi peneliian, mereka mendirikan Serikat Pekka tingkat kabupaten dan kemudian merekrut kader awal di tingkat desa yang mendukung perempuan desa untuk membentuk kelompok. Kelompok-kelompok tersebut memilih koordinatornya sendiri dari anggotanya, dengan anggota kunci juga membentuk satu set kader desa yang bertanggung jawab atas kegiatan sehari-hari program PEKKA di desa tersebut.
‘Aisyiyah juga menggunakan strategi ini di desa penelitian Cirebon di Jawa Barat. Kegiatan kelompok perempuan di desa didukung oleh staf yang digaji dalam struktur cabang berjenjang, mulai dari tingkat nasional hingga tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa. Mekanisme pengorganisasian ‘Aisyiyah meliputi:
- Pimpinan Daerah (Tingkat Kabupaten),
- Pimpinan Cabang (Tingkat Kecamatan), dan
- Pimpinan Ranting (Tingkat Desa).
Di lokasi penelitian, pimpinan ranting (tingkat kecamatan) kemudian mengundang perempuan desa menjadi kader, yang kemudian mengundang perempuan desa lainnya untuk bergabung. Para kader tingkat desa ini kemudian dilibatkan dalam kegiatan sehari-hari program ‘Aisyiyah.
Satu keuntungan dari model organisasi dan struktur kader Tipe A adalah adanya keterlibatan yang cukup kuat di desa melalui kader yang sering kali dikenal dan dipercaya oleh perempuan desa lainnya. Ini hanyalah salah satu strategi yang memfasilitasi organisasi nasional untuk menyesuaikan program mereka dengan kondisi yang sangat lokal, terutama ketika mereka tidak terbiasa dengan daerah tertentu. Sumber daya yang signifikan dibutuhkan untuk staf kantor cabang, dan untuk mendukung kader desa dalam mengatasi tantangan di desa mereka. Dari lima jenis tantangan dalam membangun pemberdayaan perempuan yang dialami dan dilaporkan oleh semua OMS Mitra MAMPU di 27 provinsi, mereka yang memiliki struktur cabang berjenjang memang kemungkinan besar akan menghadapi tantangan implementasi terkait keterampilan dan kapasitas tingkat desa untuk mengatasi tantangan di desa (sekitar satu dari tiga tantangan), terutama di antara kader.
2. Sub-Tipe-B1: Kemitraan di tingkat daerah (Mitra OMS lokal dari organisasi nasional memiliki staf dan kader desa yang dibayar)
Di beberapa struktur kemitraan di tingkat daerah Tipe B dalam studi ini, staf OMS daerah (bermitra dengan OMS nasional) ditempatkan di kantor pusat kabupaten, secara rutin mengunjungi desa-desa program, dan juga menggunakan model kader, mengundang dan melatih kader desa yang merupakan warga desa yang kemudian mengajak anggota lain untuk mengikuti kegiatan kelompok. Struktur organisasi nasional-daerah yang juga menggunakan model kader kami beri label sebagai model Sub-Tipe-B1.
Salah satu contoh dari jenis pelibatan ini dengan desa terlihat dalam kemitraan antara organisasi nasional Migrant CARE dan mitra di daerahnya yaitu Perkumpulan Panca Karsa di Mataram di Lombok Tengah. Panca Karsa didirikan di wilayah ini pada 1980-an dan sudah lama menangani masalah pekerja migran melalui jejaring organisasi di kabupaten tersebut, sebelum membentuk kemitraan yang kuat dengan organisasi Migrant CARE yang berskala nasional. Migrant CARE berfokus pada masalah pekerja migran dan mendukung pembentukan kelompok DESBUMI di desa-desa yang menyediakan layanan terintegrasi bagi pekerja migran dan keluarganya.
Di Lombok Tengah, Panca Karsa mendukung masyarakat desa membentuk kelompok DESBUMI yang beranggotaan perempuan dan laki-laki. Kemudian bersama-sama dengan DESBUMI, Panca Karsa juga mendukung perempuan desa untuk mendirikan kelompok perempuan ‘La Tansa’ (dalam bahasa Arab yang berarti “Jangan Lupa”), untuk purna pekerja migran dan keluarganya. Perbedaan antara DESBUMI dan La Tansa adalah DESBUMI berfokus pada sosialisasi cara-cara melakukan migrasi yang aman untuk bekerja. DESBUMI juga merupakan mitra resmi Pemerintah Desa, dan didukung oleh Peraturan Desa. La Tansa berfokus pada pekerja migran yang kembali dan kegiatan ekonomi untuk mendukung mereka serta tidak memiliki hubungan formal dengan pemerintah desa. Namun jika ada pelatihan yang diadakan oleh Pemerintah Desa seperti membuat kue, biasanya anggota La Tansa ikut serta.
Meskipun staf Panca Karsa berbasis di kantor pusat di kabupaten, mereka secara rutin mengunjungi desa tersebut karena lokasinya yang berdekatan. Mereka melatih dan membayar dua kader desa dengan dukungan MAMPU guna membantu menjalankan kegiatan untuk program tersebut. Kader ini merupakan warga desa yang berbasis di dan dari desa DESBUMI.
Mendukung pendirian DESBUMI di Indonesia dalam banyak hal merupakan program kerja sektoral yang sangat intensif, karena membutuhkan dukungan untuk mendirikan pusat layanan terpadu dan jejaring di beberapa tingkat (di luar negeri, tingkat nasional, kabupaten dan di desa-desa) untuk mendukung migrasi yang legal dan aman. Seperti model Tipe-A, sumber daya yang signifikan dibutuhkan untuk bekerja dengan dan melalui mitra daerah—yang, serupa dengan struktur cabang, membutuhkan dukungan pendanaan staf untuk mendukung pengorganisasian masyarakat, transfer pengetahuan teknis, dan untuk memberikan dukungan kepada kader desa dan anggota kelompok—sambil juga memelihara jejaring internasional untuk mendukung pekerja migran menghadapi tantangan di luar negeri, dan untuk advokasi kebijakan dan dukungan secara nasional untuk memastikan kerangka legislatif yang relevan dengan kebutuhan pekerja migran. Pada saat yang sama, dampak yang dirasakan bagi penduduk desa terlihat jelas karena lebih dari 17.000 orang di Lombok Tengah, termasuk sebagian besar di desa penelitian, terdaftar dan dapat menggunakan jalur migrasi yang lebih aman untuk pekerjaan di luar negeri (lihat Bab 3).
3. Sub-Tipe-B2: Kemitraan di tingkat daerah (OMS lokal telah membayar pengorganisasi masyarakat yang tinggal di atau desa terdekat tetapi tidak ada kader)
Beberapa struktur kemitraan subnasional Tipe-B melibatkan kemitraan antara OMS nasional dan subnasional, yang tidak menggunakan sistem kader, tetapi memberikan dukungan bagi perempuan desa melalui sejumlah pendamping komunitas yang dibayar, dan dipekerjakan sebagai staf langsung OMS. Pengorganisasi komunitas semacam itu umumnya tinggal di atau sangat dekat dengan desa target untuk jangka waktu tertentu, terutama ketika membuat program kegiatan baru dan memberikan dukungan kepada perempuan desa untuk membentuk kelompok perempuan di desa-desa di mana OMS belum banyak bekerja sebelumnya. Kami memberi label ini model Sub-Tipe-B2. Jenis ini bervariasi dari jenis sebelumnya dalam cara staf OMS tinggal di atau dekat desa dan staf OMS sendiri membentuk berbagai jenis hubungan interpersonal langsung dengan penduduk desa melalui keterlibatan langsung yang intensif. Penduduk desa menjadi sangat akrab dengan staf OMS yang merupakan seorang fasilitator masyarakat.
Sub-tipe ini cenderung menjadi model yang digunakan OMS dalam penelitian ini, yang mana mitra nasional berusaha membantu memperkuat mitra subnasional untuk memperluas kegiatan mereka ke daerah dan desa baru dan terkadang dengan fokus baru, seperti Sekolah Perempuan yang dipromosikan oleh KAPAL Perempuan dan mitra subnasionalnya. KAPAL Perempuan cenderung bekerja dengan mitra daerah yang memegang ideologi yang sama. KAPAL Perempuan juga berupaya secara intensif mendukung mitra daerah tidak hanya untuk melaksanakan program tetapi juga untuk memperkuat kapasitas organisasi mereka.
Di Sulawesi Selatan, mitra KAPAL Perempuan YKPM (Yayasan Kajian dan Pemberdayaan Masyarakat) berkantor pusat di ibu kota Sulawesi Selatan, Makassar, dan aktif di Pangkep. Pengorganisasi komunitas YKPM untuk Pangkep mengunjungi desa penelitian Pangkep dan tinggal selama 3-4 minggu setiap 2 bulan. Demikian pula di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, kantor mitra KAPAL, KPS2K (Kelompok Perempuan dan Sumber-Sumber Kehidupan) terletak di Kabupaten Sidoarjo, lebih dari satu jam perjalanan. Akibatnya, pengorganisasi masyarakat tetap tinggal di desa binaan.
Jenis struktur ini membutuhkan banyak sumber daya karena menginvestasikan sumber daya yang signifikan terhadap pengorganisasi komunitas yang digaji, tetapi staf ini juga memiliki tingkat keterlibatan yang tinggi dengan penduduk desa yang telah membantu di tempat-tempat di mana perempuan desa menghadapi norma-norma yang sangat membatasi peran gender, dan di mana kegiatan dan advokasi kelompok perempuan menantang norma-norma sosial, dan struktur kekuasaan politik-ekonomi. Pengorganisasi komunitas mampu memberikan dukungan yang signifikan kepada para perempuan desa ini untuk menghadapi tantangan yang muncul.
Seperti model struktur cabang (Tipe A), mereplikasi model ini di tempat lain memiliki implikasi pada sumber daya OMS yang dibutuhkan untuk berinvestasi pada staf OMS yang mampu melakukan pekerjaan pengorganisasian masyarakat yang mendalam di desa-desa. Perlu atau tidaknya pekerjaan semacam itu tergantung pada lamanya keberadaan OMS di kabupaten (dibahas lebih lanjut di bagian selanjutnya) serta tingkat kesulitan perempuan desa dalam menghadapi tantangan kontekstual. Dukungan yang lebih kuat dan langsung kepada para perempuan desa dari pengorganisasi masyarakat sangat penting terutama ketika agenda inklusi dan pemberdayaan gender bersinggungan dengan norma-norma sosial yang patriarkal atau struktur kekuasaan politik-ekonomi.
4. Tipe-C: Model kemitraan konsorsium jejaring (dengan beragam campuran staf dan kader OMS berbayar)
Model jejaring melibatkan konsorsium organisasi yang bekerja bersama daripada kemitraan tunggal antara mitra nasional dan daerah. Dalam model ini, jejaring organisasi regional atau nasional memiliki masukan terhadap tujuan dan struktur jejaring dan juga beroperasi di berbagai tingkatan, seperti seluruh wilayah geografis (misalnya di seluruh Sumatera seperti dalam kasus PERMAMPU). Anggota jejaring ini adalah organisasi, bukan individu. Hal ini sering kali berarti (dan tentunya dalam penelitian ini) bahwa penduduk desa paling mengenal organisasi di dalam jejaring yang berlokasi paling dekat dengan mereka (seperti organisasi berbasis kabupaten). Organisasi provinsi dalam jejaring sering kali juga bekerja dalam kemitraan dengan organisasi kabupaten lainnya (baik yang awalnya di dalam maupun di luar jejaring) untuk mendukung perempuan desa dengan cara yang berbeda, seperti membentuk kelompok baru, atau mereka bekerja sama dengan kelompok yang sudah ada. Kantor jejaring nasional atau regional biasanya menjalankan fungsi koordinasi jejaring, memberikan dukungan kepada mitra untuk program nasional sejauh sumber daya staf mereka memungkinkan.
Dalam penelitian, terdapat variasi yang tinggi di antara mitra konsorsium dalam cara mereka melaksanakan proyek dan cara mereka terlibat dengan perempuan di desa. Untuk FPL yang mitra jejaring lokalnya adalah SPI (Serikat Perempuan Independen) di Kabupaten Labuhan Batu di Sumatera Utara, dan YABIKU di Nusa Tenggara Timur (NTT), terdapat variasi dalam pendekatan yang digunakan oleh setiap mitra konsorsium subnasional untuk mendukung perempuan desa, terkadang melalui mitra organisasi mereka sendiri. Beberapa menggunakan sistem kader, beberapa berkolaborasi dengan kelompok perempuan yang ada, beberapa mendukung perempuan desa untuk membentuk kelompok baru, dan beberapa melakukan ketiga strategi tersebut. Di Labuhan Batu, SPI mendukung perempuan untuk membentuk ‘serikat mandiri’ perempuan desa dan bekerja dengan kader desa yang kemudian melaksanakan program SPI. Kader terkadang mencakup desa lain selain desa tempat mereka tinggal.
YABIKU, sebagai mitra FPL, langsung menugaskan stafnya untuk melakukan kegiatan di desa penelitian TTU daripada bekerja dengan kader. Staf YABIKU mengunjungi desa secara rutin untuk melaksanakan programnya. Kunjungan rutin ini (seperti dengan Perkumpulan Panca Karsa di Tipe-B1 di atas) dapat dilakukan karena desa ini dekat dengan ibu kota. Staf juga terkadang bermalam di desa dengan bergantung pada kebutuhan program. Perempuan di desa terhubung langsung dengan dan sangat akrab dengan staf YABIKU.
Konsorsium organisasi perempuan di wilayah Sumatera, PERMAMPU, mencakup Provinsi Lampung. Salah satu anggota pendirinya, Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR (lihat Bab 3 dan Bab 5) mempunyai cakupan luas di wilayah provinsi Lampung. DAMAR menjalin kemitraan dengan FAKTA di Kabupaten Tanggamus yang dikenal sebagai jejaring FAKTA-DAMAR. Sebagaimana disebutkan di Bab 3, FAKTA adalah organisasi yang didirikan oleh Gereja Katolik setempat yang bertujuan mendidik perempuan anggota Gereja Katolik tentang masalah kesehatan. DAMAR mendukung FAKTA untuk memperluas fokus dan pendekatannya, dan memasukkan isu kesehatan reproduksi dan kesadaran gender.
Di desa penelitian di Tanggamus, DAMAR melalui FAKTA awalnya terhubung dengan perempuan desa melalui kelompok dan organisasi perempuan yang ada. Kepala FAKTA-DAMAR yang bertindak sebagai pengorganisasi masyarakat dan sangat tertanam dalam kehidupan desa. Staf DAMAR menempuh satu jam perjalanan untuk mengunjungi desa tersebut sebulan sekali dari ibu kota Provinsi Lampung, yaitu Bandar Lampung. Oleh karena situasi ini, ketua FAKTA adalah orang yang paling dikenal oleh perempuan desa dan staf DAMAR lebih berperan sebagai koordinator di seluruh kabupaten untuk kegiatan jejaring, selain untuk pekerjaan advokasi kabupaten.
Kelebihan dari model konsorsium adalah bahwa baik anggota organisasi konsorsium atau mitra kabupaten mereka sendiri cenderung memiliki pemahaman yang baik tentang kondisi kabupaten, dan sering kali memiliki kontak di kabupaten dan desa dimana mereka terhubung dengan perempuan desa, terutama untuk pekerjaan keterlibatan baru dan mendukung perempuan desa melalui kegiatan di desa yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya. Selain itu, model ini memungkinkan jejaring yang lebih besar untuk tumbuh dan memiliki jangkauan yang lebih luas untuk membangun inklusi gender dan pemberdayaan perempuan di seluruh nusantara. Variasi yang dieksplorasi di atas juga menunjukkan bagaimana model konsorsium memberikan ruang bagi mitra regional mereka untuk beradaptasi dengan struktur organisasi apa pun terhadap kondisi desa dan menggunakan jejaring yang ada.
Di sisi lain, seberapa baik setiap mitra konsorsium (terutama mitra kabupaten) dapat terlibat dengan dan mendukung perempuan desa serupa dengan model lain yang dijelaskan di atas dan di bawah ini, bergantung pada:
- Sumber daya yang tersedia,
- Hubungan yang dibangun oleh pengorganisasi masyarakat dan/atau kader desa dengan perempuan desa, dan
- Sejauh mana pemahaman mendalam tentang konteks desa yang dimiliki dapat membangun kepercayaan dan mendukung perempuan desa mengatasi hambatan dan mengembangkan strategi untuk mengatasi masalah.
Dengan demikian, setiap pendekatan terhadap inklusivitas gender dan rangkaian inisiatif di lapangan dalam model konsorsium ini perlu dinilai berdasarkan kapasitasnya masing-masing.
Pada saat yang sama, adanya variasi model pelibatan di antara mitra konsorsium di kabupaten, dan bahwa mitra konsorsium cenderung memiliki kapasitas, strategi dan sumber daya yang bervariasi dapat menimbulkan tantangan implementasi dalam mendukung perempuan desa dan aksi kolektif mereka. Dari lima jenis tantangan yang dialami dan dilaporkan oleh semua OMS Mitra MAMPU di 27 provinsi hingga October 2019, mereka yang memiliki struktur konsorsium jejaring memang kemungkinan besar akan menghadapi tantangan advokasi dan operasional lebih besar dari jenis struktur lainnya (satu dari lima tantangan). Hal ini disebabkan luasnya sumber daya dari jejaring yang mengoordinasikan organisasi, yang perlu bekerja dalam skala besar dan juga mengakomodasi beragam kebutuhan serta pendekatan dari mitra mereka. Model konsorsium jejaring pasti mendapat manfaat dari:
- Jejaring yang menginvestasikan sumber daya secara signifikan untuk memantau aktivitas, mengidentifikasi hambatan sejak dini, dan mendukung mitra untuk mengembangkan strategi untuk mengatasi hambatan tersebut, dan
- Sumber daya yang dialokasikan untuk program yang ditujukan untuk pelibatan tetapi disesuaikan dengan struktur setiap mitra kabupaten.
5. Tipe-D: Model yayasan daerah dengan pengorganisir jejaring yang secara langsung mengimplementasikan program
BaKTI (Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia), mengkoordinasikan berbagai inisiatif di antara OMS di Indonesia Timur, menginvestasikan stafnya sendiri untuk secara langsung melaksanakan program di kabupaten dan desa (meskipun tidak melalui struktur cabang) dan terkadang bekerja dengan mitra kabupaten. Di Kabupaten Lombok Timur, program utama BaKTI berfokus pada peningkatan keterlibatan parlemen melalui program Reses Partisipatif (lihat Bab 7) dan mendukung penduduk desa untuk membentuk Kelompok Konstituen yang dibahas di atas (lihat juga studi kasus dari Cerita Perubahan di Bab 4) yang juga berhubungan dengan para anggota parlemen ini.
Di Lombok Timur, BaKTI menugaskan salah satu stafnya, salah satu pengorganisasi komunitas OMS populer yang awalnya berasal dari organisasi lain, untuk membantu dan memantau pembentukan Kelompok Konstituen serta program BaKTI. Setelah Kelompok Konstituen dibentuk, pengorganisasi masyarakat memanfaatkan jejaringnya yang luas untuk membantu anggota Kelompok Konstituen menghubungkan para pemimpin pemerintahan desa, dan dengan kepala kantor terkait di Pemerintah Lombok Timur.15 Pengorganisasi komunitas ini cukup rutin mengunjungi desa dan dikenal baik oleh anggota kelompok. Dengan adanya model campuran ini, pertimbangan kelebihan dan trade-off upaya tertentu akan serupa dengan yang disebutkan dalam model lain di atas tergantung pada pendekatan mana yang digunakan.
14 Selama penelitian lapangan, PEKKA tengah melakukan restrukturisasi cabang di Kalimantan dan staf PEKKA Kabupaten Hulu Sungai Utara baru saja mengundurkan diri. Sementara itu, posisi ini dijabat oleh staf yang berbasis di Pontianak, Kalimantan Barat.
15 BaKTI awalnya menggunakan model kemitraan dengan OMS di pulau Lombok untuk program-programnya, tetapi tantangan implementasi dan akuntabilitas mengakibatkan peralihan ke implementasi langsung. BaKTI mendirikan kantor cabang di Nusa Tenggara Barat meliputi dua bidang: Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Timur.
Pilihan OMS dalam model dukungan untuk perempuan desa: Kelebihan dan trade-off
Salah satu aspek terpenting dari semua model berbeda yang digunakan oleh OMS (atau lembaga dan fasilitator lain) untuk menjangkau, terlibat dengan, dan mendukung perempuan desa, adalah sejauh mana ada dukungan yang berkelanjutan dan kepercayaan dibangun dengan perempuan di desa. Hal ini terutama penting dalam situasi ketika upaya perempuan desa untuk membangun kelompok dan jejaring serta untuk meningkatkan inklusi gender dan pengaruh mereka dalam pemerintahan dan pembangunan berbenturan dengan norma sosial yang kuat yang bertentangan dengan agenda tersebut. Semakin tertanam keberadaan staf atau pengorganisasi masyarakat (atau pendamping masyarakat dan lembaga lain yang mungkin berstruktur sebagai OMS) dalam kehidupan sehari-hari perempuan (baik secara langsung atau bekerja sama dengan kader), semakin baik mereka memahami tantangan sehari-hari perempuan, dan jika yang dibutuhkan dapat mendiskusikan dan mendukung para perempuan ini untuk mengembangkan solusi untuk setiap tantangan yang mereka hadapi.
Di bawah ini kami mengidentifikasi dan membahas lebih lanjut kelebihan dan trade-off dari dimensi utama pendekatan organisasi untuk mendukung keterlibatan akar rumput dalam rangka inklusi gender pada struktur kekuasaan dan pengambilan keputusan, sebagaimana terlihat di lokasi penelitian dan didasarkan pada analisis cara-cara OMS Mitra MAMPU mendukung perempuan desa. Kami bermaksud untuk mengidentifikasi pelajaran utama yang mungkin dapat diterapkan pada konteks dan struktur dukungan lain. Kami tidak memisahkan analisis berdasarkan jenis khusus dari struktur organisasi tingkat tinggi yang disebutkan di atas, karena banyak aspek model dukungan untuk perempuan desa telah ada di berbagai tipe struktur organisasi. Alih-alih, kami mengeksplorasi keuntungan dan tantangan dari pilihan yang dibuat di model-model ini, seperti menggunakan sistem kader, relevansi lamanya OMS berada di desa, dan investasi dalam keterlibatan tinggi dengan perempuan desa dari pengorganisasi masyarakat. Kami juga membahas kelebihan dan trade-off dari pendekatan dan penetapan urutan dukungan berdasarkan ‘lakukan untuk mereka (do it for them)‘ (dibandingkan dengan ‘lakukan dengan mereka (do it with them)’), dukungan OMS yang lebih luas ketika anggota kelompok melakukan bentuk aksi kolektif baru di forum publik, serta hubungan ke organisasi massa dan berbagai jenis keanggotaan (lihat Gambar 23).
Gambar 23: Pilihan Model Dukungan bagi Perempuan Desa

Kader desa
‘Kader’ di sini mengacu pada perempuan di desa yang diundang dan jika mereka setuju, akan direkrut oleh OMS tidak hanya untuk mengundang perempuan lain untuk bergabung dengan kelompok baru atau kelompok yang sudah ada, tetapi juga (setidaknya pada awalnya) memimpin kegiatan atau menyelenggarakan program yang didukung oleh organisasi di desa (atau beberapa desa) atau menjadi narahubung untuk program OMS di desa. Misalnya, jika perempuan desa memiliki pertanyaan, perlu klarifikasi, atau merasa terlalu malu untuk bertanya kepada staf OMS, mereka dapat berkonsultasi dengan kader. Sebagaimana dibahas di atas, banyak OMS yang menggunakan sistem kader ini.
Kelebihan:
Ada beberapa kelebihan struktur kader, contohnya dapat dilihat pada setiap jenis struktur organisasi OMS tersebut di atas. Pertama, OMS dapat mendukung kader untuk membangun atau memperkuat keterampilan berorganisasi, pengetahuan dan kapasitas lainnya, dan tetap berada di desa setelah program berjalan. Kader kemudian dapat berbagi keterampilan dan pengetahuan ini dengan perempuan anggota kelompok lainnya.16 Untuk mendukung perannya dalam organisasi dan program-program OMS, kader dapat menggunakan keterampilan ini untuk membangun jejaring di dalam dan di luar desa melalui kerja mereka dengan OMS. Ini memiliki implikasi lain untuk advokasi dan representasi perempuan di jalurnya karena kader menjadi bagian penting dari jejaring perempuan yang lebih luas untuk advokasi yang lebih luas tentang inklusi gender dan pemberdayaan perempuan.
Kedua, sistem kader juga merupakan cara bagi OMS untuk berhubungan, dan membangun kepercayaan, dalam komunitas desa, mendukung perempuan untuk meningkatkan keanggotaan kelompok, dan menciptakan jalan di mana OMS dapat memiliki kontak yang sangat sering dan dekat antara organisasi dan penduduk desa. Kader membentuk ‘jembatan’ antara OMS dan perempuan desa. Hal ini membantu OMS (atau lembaga lain yang menggunakan struktur kader) yang memulai program baru di desa-desa di mana mereka tidak memiliki hubungan atau kehadiran yang kuat. Ketiga, jika kader memiliki atau mengembangkan hubungan yang erat dengan tokoh-tokoh otoritatif pemerintah dan non-pemerintah di desa, maka hal ini dapat membantu membuka pintu bagi penguatan inklusi gender dan pemberdayaan perempuan melalui kekuatan kolektif kader, seperti yang terjadi pada desa penelitian di Bangkalan (lihat Kotak 26). Hubungan tersebut juga membantu membangun keberlanjutan di luar kehidupan program OMS tertentu, terutama jika mereka dapat memperoleh dukungan pemerintah.
16 Keterampilan ini juga dapat dibangun di anggota kelompok perempuan lain, tetapi kader mengambil beberapa fungsi organisasi OMS.
Kotak 26: Membangun Kepercayaan di Bangkalan
Di desa penelitian di Bangkalan, kekuasaan politik terkonsentrasi pada satu keluarga besar. Keluarga sangat dihormati dengan peran kepemimpinan agama yang kuat di masyarakat. Di wilayah tersebut, institusi sosial keagamaan yang dominan bersinggungan dengan kepemimpinan pemerintah desa sehingga tercipta struktur politik yang monolitik. Keluarganya memiliki dan menjalankan pesantren setempat. Dalam struktur kekuasaan desa ini, PEKKA pada awalnya mengundang sejumlah perempuan desa yang memiliki hubungan dengan keluarga ini untuk menjadi kader, sehingga sekaligus memenuhi dua tujuan sekaligus: mengakses dan menggalang dukungan dari pemerintah desa serta mengakses jejaring organisasi keagamaan di desa untuk terhubung dengan perempuan desa lainnya. Staf PEKKA menjelaskan bahwa kabupaten dan desa ini dikenal sebagai lingkungan yang ‘sulit’, dalam hal norma sosial seputar gender. Reaksi masyarakat desa, khususnya kepemimpinan sangat konservatif terhadap gagasan inklusi gender dan pemberdayaan perempuan, terutama terkait dengan tata kelola desa. Mengakses kader dengan cara ini memperlancar proses menggalang dukungan untuk mendirikan Serikat Pekka di desa dan memudahkan perempuan lain untuk bergabung.
Berhubungan dengan struktur kekuasaan yang ada baik dari pemerintah desa dan kelompok sosial yang dominan, telah membantu PEKKA melalui kader membangun kepercayaan dengan penduduk desa dalam komunitas di mana mereka sebelumnya tidak mendukung perempuan desa. Mereka berbagi informasi dan aspek program mereka selama 15 menit selama pertemuan keagamaan yang dihadiri sebagian besar perempuan (ketidakhadiran dalam pertemuan semacam itu biasanya menimbulkan sanksi sosial).
Trade-off:
Selain membutuhkan sumber daya signifikan untuk membangun dan mendukung struktur kader bersama dengan staf cabang organisasi, sistem kader memiliki tantangan tersendiri yang mungkin memengaruhi perempuan. Pertama, seberapa baik kegiatan yang berjalan bisa saling terkait dengan kapasitas kader yang bisa bervariasi. Kedua, sulit untuk menghindari kader yang sudah mendarah daging dalam hubungan sehari-hari, politik, dan dinamika kehidupan desa. Kader sering kali merupakan warga desa tempat mereka mendukung program dan memobilisasi perempuan untuk bergabung dalam kelompok. Seperti kebanyakan penduduk desa, mereka sangat terikat dalam kehidupan komunitas dan biasanya mengandalkan komunitas ini untuk mendapatkan peluang atas dukungan dan kesejahteraannya. Hal ini memberikan peluang untuk membangun kelompok perempuan dan berbagi program atau pengetahuan dan dukungan dari organisasi tempat mereka menjadi kader dengan perempuan dan anggota masyarakat lainnya. Ini juga menghadirkan peluang untuk mengumpulkan dukungan dari masyarakat desa dan kepemimpinan untuk kegiatan kelompok perempuan.
Namun, jika kader terkait erat dengan pemimpin tertentu di desa—yang hampir tidak bisa dihindari melalui kerja advokasi mereka—atau dengan kelompok elit desa tertentu, yang mungkin akan dapat membuka pintu, tetapi juga bisa menutup pintu di waktu lain. Perubahan kepemimpinan desa dan titik kritis lainnya mungkin dapat menyebabkan kader tersingkir jika mereka dianggap memiliki hubungan dekat dengan mantan pemimpin yang telah mendukung mereka dan kegiatan kelompok, seperti yang dijelaskan oleh seorang perempuan di Jawa Barat (lihat Kotak 27). Risiko tersebut terlihat di desa penelitian Labuhan Batu di Sumatera Utara. Anggota kelompok SPI yang juga merupakan kader untuk Kabupaten SPI menjelaskan bahwa mereka bergantung pada kedekatan dengan pemimpin desa yang berpengaruh. Jika kekuasaan bergeser di struktur tingkat desa kepada aktor baru, maka mereka kehilangan pelindung politik.
Jika fraksi oposisi ingin menggoyahkan kepemimpinan desa dalam jabatan, mereka dapat melakukan upaya untuk mengesampingkan kader, dengan demikian mendiskreditkan mereka dan program OMS yang mendukung mereka, juga untuk mengaitkan program yang mangkrak dengan kegagalan kepemimpinan desa yang mendukung kegiatan tersebut. Situasi semacam ini juga menimbulkan risiko bagi kesejahteraan kader dalam interaksi sehari-hari dengan penduduk desa dan dalam mengakses jejaring dan peluang dalam komunitas yang mereka andalkan untuk kesejahteraan sosial ekonomi mereka sendiri. Risiko ini serupa dengan yang dialami fasilitator masyarakat lain dalam program pembangunan yang juga bertempat tinggal dan bergantung pada desa.
Kotak 27: Kader OMS di Cirebon
Di banyak tempat di kabupaten, pembelian suara dan korupsi telah menciptakan politik partisan. Ada kecenderungan di daerah untuk memprioritaskan anggota tim kampanye pada posisi kunci dan mengesampingkan organisasi dan anggota (atau kader) yang tidak mendukung calon champion.
“Nah ini jeleknya di sini kadang tidak semua Kuwu [Kepala Desa] itu mendukung. Kadang dengan pergantian Kepala Desa seluruh kader juga diganti. Kita kena imbasnya banyak. Karena tim suksesnya. Berpihak gitu, kepada kuwu gitu, jadi diganti. Jadi imbas sampai di desa juga tim sukses itu memengaruhi gitu. Kalau kadernya bukannya ininya dia, ya udah. Nah itu yang dirasakan di beberapa desa. Yang sekarang ya desa dampingan kita [desa lain] itu habis semua. Karena waktu itu kadernya itu di kubu yang lain, gitu.” Ketua PD ‘Aisyiyah Cirebon, 21 Februari 2019.
Implikasinya, sistem kader harus selalu siap beradaptasi dengan cepat dengan perubahan lanskap politik desa, yang terjadi setidaknya pada saat pemilu setiap enam tahun, tetapi juga ketika terjadi perubahan hubungan antara pemerintah desa dengan BPD dan aktor berpengaruh lainnya. Sistem kader mungkin lebih sedikit berisiko di desa-desa dengan struktur monolitik yang lebih sempit dan jarang berubah, seperti di desa penelitian di Bangkalan yang dibahas di atas (lihat Kotak 26).
Dengan pemikiran ini, bagi organisasi dengan kader desa di semua jenis tipe struktur OMS yang berbeda, jelas bahwa mengembangkan strategi untuk mengurangi risiko ini bagi kader, sambil memanfaatkan peluang yang ada dalam struktur ini adalah penting. Ini termasuk:
- Mengidentifikasi indikator kapan kader mengalami tekanan dari dinamika desa,
- Staf OMS memberikan dukungan dan dukungan kepada kader ini,
- Mengembangkan strategi untuk menjembatani fraksi-fraksi desa dan mendapatkan dukungan untuk program inklusi dan pemberdayaan gender dari waktu ke waktu, dan
- Merencanakan perpecahan yang diperkenalkan dengan pemilihan desa atau saat-saat kritis lainnya jauh hari sebelumnya.
Lama kehadiran OMS di kabupaten/desa
Terlepas dari struktur OMS, lamanya OMS bekerja dengan, atau memiliki program di desa, juga relevan dengan sifat dukungan yang diberikan kepada perempuan desa dan kecepatan OMS dapat terlibat dengan atau meningkatkan dukungan tersebut. Di tempat-tempat di mana hubungan dengan desa telah terjalin lama dan menunjukkan tingkat kepercayaan yang tinggi, lebih mudah untuk melakukan jenis kegiatan baru dan mendukung aksi kolektif perempuan.
Hal ini tentunya merupakan ciri yang kuat dari pendekatan konsorsium dan model kemitraan subnasional, karena mitra subnasional utama atau organisasi anggota konsorsium (yang terkadang memiliki mitra OMS sendiri) yang melakukan keterlibatan langsung di tingkat desa sering kali merupakan OMS tingkat kabupaten yang telah hadir lebih lama di wilayah tersebut dan sudah memiliki hubungan dengan penduduk desa. Sebelumnya mereka sering melakukan kegiatan di desa, atau penduduk desa mungkin pernah mendengar tentang kegiatan yang dilakukan di tempat lain. Kondisi ini akan serupa juga dalam kasus organisasi dengan cabang yang sudah lama berdiri di wilayah sasaran.
Bahkan di desa-desa di mana kegiatan dan hubungan baru terjalin tanpa kehadiran sebelumnya, terlihat pula bagaimana penyelesaian masalah menjadi lebih mudah seiring berjalannya waktu karena OMS mulai dipercaya oleh masyarakat dan pemimpin desa. Hal ini terjadi di desa penelitian Hulu Sungai Utara di Provinsi Kalimantan Selatan dimana PEKKA mendukung perempuan desa. Tidak seperti provinsi lain yang berdekatan seperti Kalimantan Barat di mana OMS aktif dan giat berkegiatan, pada saat penelitian dilakukan di Kalimantan Selatan, dan di Kabupaten Hulu Sungai Utara, kegiatan OMS di daerah penelitian tersebut sangatlah sedikit, kecuali OMS yang menangani masalah lingkungan. Dengan demikian, kegiatan OMS relatif asing bagi pemerintah desa dan warga desa. Di saat yang sama, mereka juga tidak tertutup dari kegiatan OMS—saat PEKKA mendekati Kepala Desa, mereka disambut dengan sangat baik. Sejalan dengan berkembangnya kepercayaan dari waktu ke waktu, hubungan antara PEKKA dengan desa, kecamatan dan pemerintah kabupaten diperkuat, namun pembentukan program, mendukung perempuan untuk membentuk kelompok perempuan, dan memulai kegiatan membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan di tempat-tempat tersebut dengan program yang mapan.
Keterlibatan yang tinggi oleh pengorganisasi masyarakat dan staf OMS
Banyak organisasi dalam studi ini menunjukkan staf OMS secara langsung sangat terlibat dengan penduduk desa melalui kunjungan rutin (untuk organisasi dengan hubungan yang mapan dan tepercaya di desa) atau melalui pendekatan tinggal di atau di sekitar (bagi mereka yang ingin menjalin hubungan baru). Hal ini meningkatkan kapasitas aksi kolektif kelompok perempuan desa, terutama dalam konteks yang lebih sulit.
Kelebihan:
Semakin sering mereka berkunjung atau bahkan tinggal di desa, semakin intensif interaksi antara perempuan dan pengorganisasi masyarakat, yang mendorong kegiatan aksi kolektif di antara perempuan itu sendiri, terutama di desa-desa yang belum pernah bekerjasama dengan OMS. Memahami perbedaan tantangan yang dihadapi perempuan di setiap desa secara komprehensif memengaruhi cara perempuan (dengan bantuan fasilitator masyarakat) untuk mencari solusi dalam menghadapi tantangan, dan pada akhirnya memengaruhi pengambilan keputusan desa dan bahkan dana desa.
Trade-off:
Pada saat yang sama, pendekatan ini membutuhkan investasi sumber daya yang signifikan pada staf yang mungkin tidak diperlukan di tempat-tempat yang sudah ada indikator lingkungan yang kondusif untuk pemberdayaan perempuan. Namun, upaya dapat dibatalkan seiring waktu setelah investasi intensif awal. OMS yang bermitra dengan OMS lokal dan memiliki pengorganisasi komunitas yang tinggal di desa selama waktu yang lama (seperti kasus mitra YKPM KAPAL Perempuan), atau mengunjungi desa setiap hari (seperti kasus YABIKU di TTU dan Panca Karsa di Lombok Tengah) dapat sama-sama menjalin hubungan langsung yang kuat dengan perempuan di desa tetapi membutuhkan staf dan sumber daya yang signifikan untuk melakukannya.
Pendekatan ‘lakukan untuk mereka’ dan ‘lakukan dengan mereka’: Pengurutan
Kelebihan:
Banyak OMS bertujuan untuk mencoba dan memastikan dampak program mereka berkelanjutan di luar masa program tersebut. Untuk melakukan ini, salah satu strategi mereka adalah mendukung perempuan desa dan pemerintah desa untuk membuat Peraturan Desa yang memasukkan kepentingan perempuan atau berupaya untuk mendukung inklusivitas gender (dibahas lebih lanjut di Bab 7). Ini adalah strategi menyeluruh dan jangka panjang yang diterapkan bersamaan dengan jalannya program sehari-hari, dan membutuhkan keterampilan teknis khusus untuk membantu penduduk desa dan kepemimpinan mereka menyusun konten. Ini biasanya merupakan kekuatan OMS yang memiliki pengetahuan yang signifikan di sektor tertentu. Dalam beberapa kasus, OMS membuat rancangan Peraturan Desa dan mengajukannya kepada Kepala Desa atau pimpinan/anggota pemerintah pendukung lainnya. Di daerah lainnya, OMS mungkin memberikan dukungan pada perancangan peraturan, tetapi malahan mendukung perempuan desa untuk memimpin penyusunan atau memberikan masukan ke konten bersama dengan pemerintah desa, dengan memberikan saran. Dalam kedua kasus, OMS membantu mengisi kesenjangan pengetahuan yang penting, tetapi setiap pendekatan membutuhkan waktu dan investasi yang berbeda.
Trade-off:
Pendekatan ‘lakukan dengan mereka’ membutuhkan waktu lebih lama dan membutuhkan investasi sumber daya yang lebih besar untuk mendukung desa, tetapi menghasilkan pemahaman yang lebih baik tentang muatan dan bagaimana cara melaksanakannya dalam jangka waktu yang lama. Dukungan intensif untuk secara kolektif melobi dan menyusun peraturan dalam pendekatan ‘lakukan dengan mereka’ paling baik dilakukan sejak awal dalam dukungan desa OMS, tidak hanya agar penduduk desa dapat belajar dan mengambil kepemilikan atas perubahan, tetapi juga agar OMS dapat menindaklanjuti dengan lebih banyak lagi dukungan lapangan dalam mengimplementasikan peraturan tersebut, seperti yang terjadi di banyak desa penelitian dalam penelitian ini.
Pendekatan ‘lakukan untuk mereka’ sering dapat dilaksanakan dengan lebih cepat, dan peraturan yang dihasilkan lebih mutakhir secara teknis, tetapi belum tentu berarti bahwa warga desa siap melaksanakan peraturan, atau berkomitmen, atau memahami tujuannya.
Pengurutan dan pendekatan yang digunakan dalam kegiatan OMS semacam itu sangatlah penting. Jika OMS mengambil pendekatan ‘lakukan untuk mereka’, upaya untuk melakukan transfer pengetahuan dan kepemilikan peraturan menjadi bermanfaat.
Jika pendekatan ‘lakukan untuk mereka’ dilakukan tanpa transfer keterampilan, hal ini berpotensi membatasi keberlanjutan setelah program untuk mendukung perempuan tersebut berakhir. Lebih lanjut, jika peraturan baru diperkenalkan di akhir program, atau tanpa dukungan kepada penduduk desa untuk mengubah kepemimpinan, atau tanpa strategi untuk mendukung pelaksanaan peraturan baru, maka ada risiko tantangan bagi perempuan desa ke depannya. Peraturan yang berubah dapat menantang norma-norma sosial, mengguncang struktur kekuasaan, dan cara-cara bertindak yang sudah terbentuk, yang pengaruhnya kadang tidak terlihat sampai peraturan tersebut mulai diterapkan. Hal ini dapat berimplikasi pada perempuan desa dalam jangka waktu yang lebih panjang, termasuk reaksi perlawanan politik, perubahan peraturan di pemerintahan berikutnya, atau mengabaikan peraturan tersebut atau menahan dana untuk pelaksanaan peraturan tersebut. Mengurutkan dukungan yang diberikan adalah kunci untuk mengelola risiko ini.
Dukungan OMS yang lebih luas ketika anggota kelompok melakukan bentuk aksi kolektif baru di forum publik
Pada tahap awal program, saat anggota kelompok perempuan desa mengembangkan keterampilan dan kepercayaan diri mereka dari kegiatan internal kelompok mereka, peluang baru untuk secara kolektif memengaruhi pengambilan keputusan dapat muncul. Namun seperti yang kita lihat di Bab 4, hal ini bisa menjadi pengalaman yang menakutkan bagi sebagian orang, dan dipenuhi dengan kendala seperti penolakan masyarakat dan ancaman dari pimpinan desa pada orang lain. Banyak perempuan dalam studi ini menggambarkan betapa pentingnya ketika mereka pertama kali mulai mengadvokasi untuk menghadiri atau benar-benar berpartisipasi dalam forum pengambilan keputusan, bahwa mereka didampingi oleh staf OMS (dalam beberapa kasus kader) untuk mendukung mereka dalam perjalanan ini, terutama pada fase awal dan di desa-desa di mana perempuan sebelumnya tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan desa dan dikecualikan dari peran publik lainnya. Sering kali ketika akses mereka ke forum publik bertambah, mereka menjadi lebih bersemangat untuk hadir dan percaya diri dengan kapasitas berbicara di depan umum.
Kelebihan:
Di semua lokasi penelitian terbukti bahwa, setidaknya pada tahap awal, dukungan OMS melalui kader atau staf OMS yang mendampingi perempuan desa ke pertemuan publik dan menanggung biaya transportasi penting untuk meningkatkan kemungkinan perempuan tidak hanya hadir, tetapi juga angkat bicara atau menyampaikan pandangan mereka. Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, ketua kelompok Pekka di desa sering menghadiri pertemuan tentang pendirian badan usaha milik desa (BUMDes) dan staf dan kader Cabang PEKKA mendukungnya dalam proses ini. Begitu pula ketika ketua kelompok dan anggota kelompok perempuan di lokasi penelitian di Pangkep sering diundang ke pertemuan di tingkat kabupaten atau dari OMS lain di daerah, YKPM dan ‘Aisyiyah (yang juga memiliki program di kabupaten) membiayai perjalanan mereka dan mendampingi mereka. Hal ini memperkuat keterlibatan dan pengaruh perempuan dalam struktur di kabupaten.
Trade-off:
Namun, sekali lagi, hal ini membutuhkan sumber daya tambahan, perencanaan dan investasi yang besar untuk fasilitator dan staf untuk mendukung aksi kolektif dan mendampingi perempuan ke pertemuan, terutama di awal.
Hubungan dengan organisasi massa
Apakah OMS dan organisasi massa perempuan memiliki hubungan dengan jejaring lain, OMS, atau organisasi massa lainnya juga berperan dalam bagaimana OMS menyusun program dan mendukung perempuan desa. Sebagai contoh, hubungan ‘Aisyiyah dengan Muhammadiyah yang dapat diartikan bahwa diperlukan strategi khusus untuk membangun kepercayaan di desa-desa yang menjadi basis ormas lain seperti Nahdlatul Ulama (NU).
Kelebihan dan trade-off:
Hubungan dengan organisasi massa dapat memfasilitasi akses ke desa, memperluas jangkauan, menjadi pintu masuk awal untuk membentuk kelompok perempuan dan menyediakan basis sumber daya yang lebih besar untuk kegiatan. Namun organisasi semacam itu membawa bendera atau falsafah yang dapat diinterpretasikan dengan cara yang berbeda oleh komunitas dan pemimpin, di mana cabang lokal atau mitra OMS dalam jejaring yang lebih luas tidak dapat terlalu mengawasinya. Dalam situasi seperti ini, hal ini dapat menjadi penghalang untuk advokasi dan dukungan bagi perempuan desa kecuali jika strategi yang cermat digunakan untuk membangun kepercayaan dengan cara lain. Di desa penelitian Cirebon (desa yang paling banyak mendukung NU), ‘Aisyiyah sangat berhati-hati untuk fokus membangun kepercayaan dengan pimpinan desa dan melibatkan mereka dalam berbagai kegiatan dan kolaborasi untuk membantu mengurangi potensi kesalahpahaman dalam pekerjaan mereka mendukung perempuan untuk menumbuhkan pengetahuan mereka tentang kesehatan reproduksi dan gizi serta kegiatan inklusi gender lainnya.
Keragaman keanggotaan kelompok
Di atas, dalam pembahasan tentang berbagai jenis kelompok, kami mengidentifikasi kelebihan dari setiap jenis struktur keanggotaan kelompok. Di dalam semua kelompok perempuan, memiliki keanggotaan yang beragam dapat menghubungkan kelompok tersebut dengan perempuan yang lebih rentan. Namun, dalam mendorong keanggotaan yang inklusif, di daerah-daerah penelitian jelas terlihat bahwa sering kali juga terdapat perempuan yang bergabung, yang memiliki jejaring sosial dan kekeluargaan yang kuat, serta hubungan dengan pimpinan desa dan tokoh berpengaruh lainnya. Beberapa juga berasal dari latar belakang yang lebih elit atau lebih terbiasa menggunakan suara mereka atau memimpin inisiatif. Penting dalam situasi seperti itu untuk memastikan bahwa anggota lain juga memiliki kesempatan untuk mengekspresikan preferensi mereka, agar tidak menciptakan struktur internal yang mengistimewakan segelintir orang. Kelompok-kelompok gender campuran memiliki manfaat dan pertukaran yang serupa—jika pemimpin kelompok adalah laki-laki, norma sosial mungkin mengistimewakan pandangan mereka dan berisiko tidak mewakili kepentingan perempuan yang lebih luas dalam aksi kolektif. Dalam bekerja dengan kelompok yang sudah terbentuk, terdapat peluang untuk akses dan pertumbuhan keanggotaan yang cepat, tetapi tergantung pada bagaimana OMS mengelola kelompok, terdapat risiko bahwa hubungan dengan struktur kekuasaan yang mapan memiliki implikasi bahwa forum dapat ditangkap oleh kepentingan ini atau tidak cukup kuat untuk menghindari norma dan ketertarikan untuk mendukung pilihan perempuan.
Karakteristik utama pendekatan OMS untuk dukungan akar rumput bagi perempuan untuk mendukung inklusi gender dan pengaruh perempuan
Berdasarkan analisis di Bab 5 dan Bab 6, Gambar 24 di bawah ini menguraikan ciri-ciri utama dari bentuk dukungan yang diberikan oleh OMS untuk mendukung aksi kolektif dan pemberdayaan perempuan di seluruh lokasi penelitian, serta skala atau intensitas dari dukungan tersebut di dalam konteks yang berbeda. Karakteristik ini juga menunjukkan jenis prioritas program yang akan menjadi penting dalam konteks yang berbeda untuk program-program baru yang berusaha memengaruhi aksi kolektif dan pengaruh perempuan pada UU Desa dan tata kelola pemerintahan desa secara lebih luas.
Gambar 24: Kegiatan dan Pendekatan untuk Memperkuat Agensi Perempuan secara Individu dan Kolektif



