Aksi kolektif: Terdahulu dan Baru

Sebelum dukungan OMS baru atau yang lebih luas diberikan kepada perempuan desa yang diteliti oleh studi ini, di banyak lokasi penelitian, kehidupan desa tidak lepas dari kelompok dan organisasi yang menyediakan ruang partisipasi bagi perempuan dan yang telah menyediakan dukungan untuk perempuan desa. Beberapa dari kelompok ini tentunya berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan, meskipun memiliki ruang lingkup yang sempit, keanggotaan yang kecil, atau jangkauan yang terbatas. Namun, banyak dari kelompok ini (atau jumlah perempuan yang signifikan), tidak selalu disertakan dalam proses pengambilan keputusan desa atau memiliki pengaruh pada struktur kekuasaan desa, penetapan prioritas pembangunan desa, dan hasil. Di antara mereka yang dilibatkan, kelompok ini tidak selalu mewakili keragaman kebutuhan dan prioritas yang ditentukan sendiri oleh perempuan atau memiliki pengaruh yang signifikan. 

konteks kabupaten konteks desa aksi kolektif aksi kolektif jalur perubahan1 jalur perubahan2 jalur perubahan3 keluaran
Mendukung perempuan desa melalui kelompok di desa: Memengaruhi tata kelola pemerintahan desa

Seperti disebutkan, sebelum dukungan OMS baru atau yang lebih luas diberikan kepada perempuan desa yang diteliti oleh studi ini, di banyak lokasi penelitian, kehidupan desa tidak lepas dari kelompok dan organisasi yang menyediakan ruang partisipasi bagi perempuan dan yang telah menyediakan dukungan untuk perempuan desa. Beberapa dari kelompok ini tentunya berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan, meskipun memiliki ruang lingkup yang sempit, keanggotaan yang kecil, atau jangkauan yang terbatas. Namun, banyak dari kelompok ini (atau jumlah perempuan yang signifikan), tidak selalu disertakan dalam proses pengambilan keputusan desa atau memiliki pengaruh pada struktur kekuasaan desa, penetapan prioritas pembangunan desa, dan hasil. Di antara mereka yang dilibatkan, kelompok ini tidak selalu mewakili keragaman kebutuhan dan prioritas yang ditentukan sendiri oleh perempuan atau memiliki pengaruh yang signifikan. 

Oleh karena itu, OMS Mitra MAMPU yang diteliti dalam studi ini berupaya memberikan dukungan kepada perempuan desa dengan tujuan meningkatkan inklusi gender dan pemberdayaan perempuan, di antara inisiatif lainnya, baik dengan berkolaborasi dengan kelompok perempuan yang ada sehingga dapat mendiversifikasi dan memperluas keanggotaan dan fokus kelompok tersebut, atau dengan mendukung perempuan desa membentuk kelompok baru (baik untuk perempuan atau gender campuran). Kelompok-kelompok ini menyediakan wadah bagi perempuan untuk membangun hubungan dan dalam banyak kasus melakukan aksi kolektif akar rumput untuk menyuarakan dan memengaruhi perubahan. 

Tabel 3 di bawah ini meringkas berbagai kelompok yang dibentuk untuk mendukung perempuan, atau kelompok yang sudah ada dan berkolaborasi dengan OMS Mitra MAMPU, yang dipetakan terhadap dampak UU Desa. Informasi lebih lanjut tentang cakupan penuh kegiatan Mitra ini untuk mendukung perempuan desa melalui berbagai jenis kelompok di luar lokasi penelitian tersedia di Lampiran 3. Di semua desa penelitian terdapat PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) dan Posyandu terkait (kelompok kesehatan ibu dan anak), dan di beberapa desa lainnya, juga terdapat kelompok perempuan atau kelompok gender campuran saat OMS masuk desa, meskipun tidak disajikan di tabel ini. Sebagai referensi, Tabel 3 juga menyebutkan kelompok perempuan terkemuka di lokasi ‘kontrol’. 

Tabel 3: Kelompok Desa yang Didukung OMS Mitra MAMPU dan Hasil Implementasi UU Desa 

Dalam setiap kasus di desa-desa penelitian ‘intervensi’ yang ditunjukkan Tabel 3, kelompok dan jejaring yang didukung OMS yang melibatkan perempuan ini tidak hanya secara signifikan memengaruhi tata kelola pemerintahan desa berdasarkan UU Desa, tetapi juga dalam banyak kasus, struktur pemerintah kabupaten dan kebijakan. Di dua desa penelitian ‘kontrol’ (tidak ada intervensi OMS), hanya ada satu contoh hasil yang serupa, yaitu pembangunan fasilitas Pendidikan Anak Usia Dini yang diusulkan oleh PKK di desa ‘kontrol’ penelitian di Gresik. Seperti disebutkan dalam Bab 3, di desa ‘kontrol’ di Pangkep, Kepala Desa baru telah menunjuk tiga orang perempuan untuk menjadi aparatur desa sejak terpilih, tetapi penunjukkannya berdasarkan hubungan keluarga, bukan untuk meningkatkan inklusi gender. Di kedua desa ‘kontrol’, sangat sedikit perempuan yang terlibat dalam tata kelola pemerintahan desa dan pengambilan keputusan. 

Kelompok-kelompok yang didukung oleh OMS perempuan memberikan dasar bagi kegiatan-kegiatan untuk memperkuat kesempatan bagi perempuan untuk membangun jejaring, memiliki kelompok terstruktur untuk melakukan aksi kolektif, dan untuk meningkatkan agensi perempuan, termasuk membangun keterampilan, pengetahuan, jejaring dan kesadaran perempuan tentang gender (dibahas lebih lanjut di bawah). Misalnya di Bangkalan, PEKKA berupaya meningkatkan kepemimpinan perempuan dengan mengadakan pelatihan untuk anggota Serikat Pekka tentang public speaking, pembinaan konstituen dan kelompok masyarakat serta pengembangan kapasitas administrasif (dalam tata kelola dan penganggaran). Demikian pula di Gresik, KAPAL Perempuan dan mitranya KPS2K mendukung anggota Sekolah Perempuan dengan pelatihan tentang public speaking, literasi (menulis), advokasi, pengasuhan anak (parenting), kesehatan reproduksi, dan keterampilan bercocok-tanam. Di Lombok Timur, BaKTI telah memberikan pelatihan paralegal untuk memberantas kekerasan terhadap perempuan. Di Cirebon, melalui BSA, ‘Aisyiyah memberikan pelatihan kesehatan reproduksi kepada perempuan. Kegiatan OMS ini dan lainnya ditujukan untuk memberdayakan perempuan sehingga menargetkan pada pengembangan kapasitas perempuan untuk meningkatkan partisipasi politik perempuan (yaitu: public speaking, pengetahuan tentang struktur pemerintahan) dan mendukung pemenuhan kebutuhan sosial dan ekonomi perempuan. 

Jenis kelompok 

Dalam penelitian ini, kami mengidentifikasi berbagai jenis kelompok yang melibatkan perempuan melalui OMS Mitra MAMPU yang berusaha untuk mendukung perempuan desa. Jenis kelompok dapat dilihat dalam Gambar 21 dan dibahas lebih lanjut di bawah. 

Gambar 21: Jenis Kelompok yang Didukung oleh OMS Mitra MAMPU 

1. Mendukung perempuan desa untuk membentuk kelompok eksklusif perempuan baru 

Banyak mitra MAMPU mendukung perempuan desa untuk membentuk kelompok baru di desa dengan keanggotaan khusus perempuan. Ini termasuk kelompok Sekolah Perempuan yang dibentuk oleh KAPAL Perempuan di Pangkep dan Gresik, Serikat Pekka di Bangkalan dan Hulu Sungai Utara, kelompok perempuan Balai Sakinah ‘Aisyiyah (BSA) di Cirebon, dan kelompok perempuan ‘La Tansa’ yang dibentuk dengan dukungan dari Migrant CARE dan mitranya Perkumpulan Panca Karsa di Lombok Tengah. Keuntungan yang diperoleh dengan menetapkan anggotanya khusus perempuan saja adalah memberikan perempuan ruang yang aman untuk mencoba kegiatan baru dan meningkatkan kepercayaan diri mereka. Seiring waktu, kelompok eksklusif bagi perempuan akan memampukan perempuan untuk membentuk jejaring yang kuat dan budaya solidaritas. Perempuan saling mendukung, peka terhadap kebutuhan satu sama lain, dan menjadi tim yang berfokus pada pemecahan masalah, karena mereka sering memiliki pengalaman serupa atau menghadapi tantangan serupa. Salah satu contoh dari kelompok yang anggotanya khusus perempuan dijelaskan dalam Kotak 23 di bawah ini. 

Dalam beberapa kasus, kelompok baru ini tidak sepenuhnya terpisah dari kelompok yang ada di desa, di mana kelompok tersebut mulanya berasal dari keanggotaan kelompok yang ada pada awalnya, sebagai cara untuk membangun kepercayaan dan kepercayaan penduduk desa dalam kegiatan baru yang difokuskan pada perempuan, seperti kelompok BSA yang dibentuk oleh ‘Aisyiyah dan serikat Pekka (lihat pembahasan lebih lanjut di bawah ini; bekerja dengan kelompok perempuan lokal yang ada). Dengan mendukung perempuan untuk membuat kelompok baru yang awalnya berasal dari kelompok lain, tetapi kemudian memperluas keanggotaan kelompok baru ini seiring waktu, kelompok perempuan baru ini menjadi lebih beragam dan berbeda dari susunan keanggotaan sebelumnya. 

Kotak 23: Sekolah Perempuan 

Dua mitra KAPAL Perempuan—YKPM di Pangkep, dan KPS2K di Gresik—mendukung perempuan desa untuk mendirikan Sekolah Perempuan sebagai bagian dari program pengarusutamaan gender KAPAL Perempuan. Organisasi tersebut bertujuan untuk memberikan pelatihan kepada perempuan desa tentang berbagai topik gender dan pemberdayaan, termasuk kepemimpinan perempuan dan hak-hak perempuan, serta mendorong partisipasi aktif perempuan dalam memantau program pemerintah, khususnya program pendidikan, kesehatan dan perlindungan sosial. Bersamaan dengan kelas kesadaran gender, KPS2K dan YKPM memberikan program pelatihan tentang peningkatan kapasitas ekonomi dan pemetaan kemiskinan. Karena pelatihan memengaruhi peluang perempuan untuk bekerja pada hari itu, KPS2K di Gresik menyesuaikan jadwal mereka dan sekarang menjalankan kelas setelah perempuan pulang kerja. 

Dampak dari program pelatihan ini sangat signifikan karena perempuan semakin berupaya untuk meningkatkan pembangunan desa dan menuntut penyediaan layanan yang lebih baik demi kesejahteraan mereka sendiri, keluarga dan masyarakat. Kami melihat di Bab 4 bagaimana Juli, salah satu anggota Sekolah Perempuan di desa penelitian di Kabupaten Pangkep, menjadi sangat aktif setelah pelatihan untuk memantau kehadiran guru anaknyadi sekolah setiap hari karena guru tersebut sering tidak hadir. Selain itu, anggota Sekolah Perempuan lainnya memprotes ketidakhadiran bidan di klinik kesehatan ibu dan anak (Posyandu). 

2. Berkolaborasi dengan organisasi/kelompok perempuan lokal yang ada 

Beberapa Mitra MAMPU, terutama organisasi anggota konsorsium (sub-mitra OMS Mitra MAMPU) di seluruh nusantara dalam jejaring FPL (Forum Pengada Layanan) dan PERMAMPU (Konsorsium Perempuan Sumatera MAMPU) berkolaborasi dengan kelompok perempuan dan organisasi yang ada. Kolaborasi dengan kelompok perempuan tersebut mencakup organisasi korporatis negara dan non-negara, serta jejaring yang terdapat di tingkat desa termasuk sayap perempuan dari lembaga-lembaga yang berafiliasi dengan agama seperti organisasi Muslim NU dan Muhammadiyah, dan organisasi perempuan Katolik. Selain itu juga termasuk PKK (dan kelompok terkaitnya, Posyandu) dan kelompok korporatis negara lainnya. 

Kelebihan bekerja sama dengan organisasi perempuan yang ada adalah dapat membuka akses perempuan desa secara lebih luas. Kelompok perempuan dan jejaring organisasi sering memiliki program rutin dan bertemu secara rutin. OMS dapat memasukkan program mereka ke dalam kegiatan yang ada dan perlahan membangun kepercayaan dengan perempuan desa, terutama ketika memasuki desa dimana belum terdapat hubungan yang terjalin. Namun, trade-off dalam pendekatan ini adalah bahwa tanpa perhatian yang cermat dan hati-hati untuk memastikan keanggotaan yang beragam, terdapat risiko keragaman keanggotaan kelompok dibatasi oleh kolaborasi ini dan kebutuhan perempuan yang beragam menjadi tidak terwakili, meskipun cenderung tidak terjadi dalam kasus lokasi penelitian ‘intervensi’ dalam penelitian ini. 

PKK 

Keberadaan PKK secara historis yang kuat terlihat jelas di semua lokasi penelitian, meskipun tingkat keterlibatan PKK di setiap desa berbeda secara signifikan. Di Hulu Sungai Utara misalnya, PKK di desa bergantung pada kegiatan yang diselenggarakan oleh PKK di kecamatan. Hal ini mempersulit perempuan desa yang terlibat dalam PKK untuk mengakses kegiatan tersebut. Di desa penelitian di Bangkalan, PKK tidak banyak menyelenggarakan kegiatan kecuali acara pada hari libur nasional (yaitu Hari Kemerdekaan). 

Serupa dengan desa ‘kontrol’, kegiatan PKK di banyak lokasi penelitian lainnya sebagian besar berfokus pada peran domestik perempuan, misalnya dalam menawarkan kelas tata rias, berkebun, membatik dan memasak. Di Cirebon dan Tanggamus misalnya, kegiatan kader PKK dan Posyandu difokuskan pada peran tradisional perempuan, seperti mengasuh bayi dan memasak. Di desa lain, kegiatannya lebih luas dan difokuskan pada beberapa keterampilan mata pencaharian dan berbagi sumber daya melalui kegiatan simpan pinjam, meskipun ini hanya ditemukan pada satu atau dua contoh dari seluruh lokasi penelitian dan, seperti yang terjadi di lokasi ‘kontrol’ penelitian di Pangkep, sebagian besar perempuan elit berpartisipasi. 

“Saya ikut kegiatan PKK. Kegiatannya antara lain arisan bulanan, simpan pinjam, pengajian, ikut lomba. Macam-macam, keterampilan buat kue, buat ayaman untuk ikan. Kadang-kadang ada pertemuan bulanan. Yang aktif itu dia yang di kecamatan. Istri Kepala Desa yang hadir. Kalau yang di desa, kadang-kadang aja kalau ada pertemuan itu diundang, 2-3 orang itu saja, tapi tempatnya di kecamatan. Cuma itu mbak, ketuanya aja yang diundang, terus ibu PKK bilang lagi ke masyarakat.” Farah, ketua kelompok Setia Kawan Pekka, desa penelitian di Hulu Sungai Utara, 13 Juli 2019. 

Bahkan ketika kegiatan difokuskan pada keterampilan perempuan, seperti di Hulu Sungai Utara di mana PKK (di tingkat kecamatan) menawarkan kelas tentang menjahit dan cara membuat telur asin, organisasi tersebut bukanlah wadah bagi perempuan untuk lebih aktif berpolitik dan memengaruhi pemerintahan desa atau pengambilan keputusan dan struktur kekuasaan yang lebih luas. Batasan kegiatan PKK dirangkum oleh direktur DAMAR di Tanggamus: 

“Misalnya yuk mendorong keaktifan perempuan tapi keaktifan perempuannya lebih pada di PKK. PKK bagaimana mendampingi suami, bagaimana peran perempuan dalam mengurus anak, mengurus rumah tangga gitu, belum pada level kesadaran kritis bahwa ini ada persamaan hak lho. Jadi kalau misalnya dibilang berdaya iya tapi kita lebih pada penguatan perspektifnya, penguatan kesadaran tentang hak-hak perempuannya disitu.” Bandar Lampung, 9 Juli 2019. 

Ciri lain PKK yang diamati di berbagai desa adalah, meskipun berasal dari organisasi perempuan desa, namun seiring berjalannya waktu PKK berkembang menjadi wadah perempuan elit. Baik di desa penelitian ‘intervensi’ di Bangkalan dan Gresik, misalnya, dan di desa ‘kontrol’ di Pangkep, PKK didominasi oleh istri aparat desa yang lebih fokus pada urusan administratif daripada meningkatkan kelembagaan dan pengaruh politik perempuan. Dengan demikian, PKK di desa penelitian tidak serta merta secara akurat mewakili beragam kelompok perempuan desa ataupun kebutuhan mereka, terbatas dalam upaya mereka untuk meningkatkan pengaruh politik perempuan, dan jarang berusaha untuk mengadvokasi kebutuhan perempuan dalam forum pengambilan keputusan desa. 

Kelompok-kelompok agama yang ada

Selain itu, di banyak desa, sebelum OMS Mitra MAMPU memberikan dukungan kepada perempuan desa, beberapa perempuan telah menjadi anggota kelompok yang berafiliasikan agama. Sering sampai batas tertentu kelompok-kelompok ini telah menjadi wadah bagi sebagian perempuan desa untuk berorganisasi. Dalam beberapa kasus, kelompok-kelompok ini memberikan manfaat positif dalam memenuhi kebutuhan perempuan, tetapi tidak terlalu terfokus pada pengaruh lebih luas perempuan di luar rumah, dalam tata kelola desa dan struktur kekuasaan. Misalnya, di desa penelitian Bangkalan, dimana kebanyakan orang berafiliasi dengan NU, dan perempuan diorganisir di Muslimat, yang menyelenggarakan kelas untuk perempuan sehingga dapat meningkatkan keterampilan literasi mereka. Di Tanggamus di Lampung, sementara sebagian besar penduduk desa beragama Islam, di tingkat kabupaten gereja Katolik mendirikan Jaringan Wanita Katolik yang memberikan informasi kepada perempuan tentang isu-isu kesehatan dan hak-hak politik—tetapi tidak berfokus pada kesadaran gender atau pada awalnya tidak mendukung perempuan untuk terlibat secara mendalam dalam pemerintahan desa—dan juga terbuka untuk perempuan dari latar belakang agama lain. 

Terlepas dari kehadiran kelompok perempuan dan dalam beberapa kasus adanya hasil positif yang menjawab beberapa kebutuhan perempuan di banyak lokasi penelitian kami, secara umum kelompok-kelompok yang ada ini telah memiliki pengaruh yang terbatas pada aksi kolektif perempuan yang lebih luas untuk memengaruhi struktur kekuasaan di desa. 

“Kalau mau ini laki-lakinya aja kan yang musyawarah. Kalau ada kegiatan itu biasanya laki-laki yang buat proposal yang memutuskan desa ini [kegiatan yang akan dilakukan] kan. Kalau ibu-ibunya enggak.” Ami, ketua PKK, desa penelitian di Hulu Sungai Utara, 17 Juli 2019. 

“Nggak ngerti apa. Pokoknya ya, urusan, kita lihat pemerintah desa aja, ya. Kalau dia pakainya seragam terus, takut lho Mbak kita itu. Jangankan itu, lihat pemerintah desanya aja kita sungkan. Jadi kalau dulu itu Mbak, aduh, susah beneran. Kita itu bener-bener, kita masuk balai desa aja itu lho Mbak, jarang.” Indah, Ketua kelompok Sekolah Perempuan, desa penelitian di Gresik, 19 Februari 2019. 

Berkolaborasi dengan kelompok yang ada

Namun, pada saat yang sama, kelompok perempuan yang ada sering kali sangat penting untuk pembentukan dan keberhasilan kelompok perempuan baru yang pada akhirnya, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian ini, mampu menciptakan perubahan positif untuk beragam kelompok perempuan. Di sejumlah desa, kader awal kelompok-kelompok baru yang dibentuk perempuan desa dengan dukungan OMS Mitra MAMPU diambil dari kelompok-kelompok yang sudah ada ini. 

Misalnya, di Bangkalan, banyak kader Serikat Pekka adalah perempuan dari kelompok pengajian dan PKK (dan Posyandu terkait). PEKKA juga sering melibatkan anggota PKK dalam Akademi Paradigta. Ati misalnya, dibahas di Bab 4, bergabung dengan Pekka setelah aktif menjadi kader Posyandu dan menjadi anggota Muslimat dengan kelompok pengajian sendiri. Dia juga pernah mendirikan Taman Kanak-Kanak di dusunnya. Ini berarti bahwa Ati memiliki jejaring yang terjalin dengan perempuan di desa, sehingga lebih memudahkan kegiatannya di Serikat Pekka desa. Begitu pula di Cirebon, Srikandi bergabung dengan ‘Aisyiyah setelah terlibat di Posyandu: 

“Pada tahun 2008 mulai Ibu [saya] masuk jadi kader. Jadi mungkin kan di sini, jadi Pak Kuwu [Kepala Desa] seolah-olah memilih. Katanya kan kelihatannya katanya Ibu tuh aktif orangnya. Katanya aktif, kiyengan [memiliki niat yang bagus dalam mengerjakan sesuatu] katanya, telaten. Oleh Pak Kuwu [Kepala Desa], Ibu dijadiin sebagai kader. Jadi kader Posyandu dulu.” Srikandi, desa penelitian di Cirebon, 23 Februari 2019. 

Kader ‘Aisyiyah lainnya, Hatini, yang dibahas di Bab 4, seperti Srikandi, juga terlibat di Posyandu dan PKK. Menjadi kader ‘Aisyiyah memberikan kesempatan bagi Hatini untuk mendapatkan pengalaman baru dan memperluas pengetahuannya: 

“[Sebagai] kader TB tadinya sih ikutan, cari orang yang sakit tuberkolosis. Lalu lapor ke puskesmas. Enak lah. [Kader] didorong-dorong [oleh ‘Aisyiyah], jadi sekarang berani tuh. Berani ngungkapin ada mengusulkan pendapat, atau apa aja.” Hatini, desa penelitian di Cirebon, 2 Maret 2019. 

Dengan demikian, pengalaman para perempuan ini menunjukkan bahwa meski organisasi perempuan yang sudah ada seperti PKK pada awalnya mungkin kurang berhasil dalam mendorong pemberdayaan perempuan dan pengaruh yang lebih luas atas tata kelola penerintahan atau alokasi Dana Desa untuk kebutuhan perempuan, kerjasama OMS dengan perempuan dalam organisasi-organisasi tersebut membuat mereka ditempatkan secara strategis dalam hal pengalaman dan jejaring, dengan demikian meningkatkan kemungkinan mereka menjadi agen perubahan. 

Namun, menargetkan perempuan dengan latar belakang pengorganisasian seperti itu tidak selalu menjadi pendekatan yang digunakan oleh OMS Mitra MAMPU. Di desa ‘intervensi’ penelitian di Gresik, misalnya, mitra daerah KAPAL Perempuan, KPS2K, awalnya meminta pemerintah desa untuk merekomendasikan perempuan yang dirasa akan mendapatkan manfaat dengan mengikuti Sekolah Perempuan. Namun pemerintah desa hanya merekomendasikan perempuan yang berafiliasi dengan PKK, yang menurut KPS2K banyak di antaranya tidak mewakili perempuan termiskin di desa, yang merupakan fokus utama dukungannya. Oleh karena itu, pengorganisasi komunitas dari KPS2K memutuskan untuk langsung mendekati perempuan miskin di desa tersebut untuk bergabung dengan kelompok Sekolah Perempuan. 

Selain bekerja dengan kelompok desa yang sudah mapan, beberapa OMS mendukung perempuan desa untuk membentuk kelompok baru, tetapi dalam pembentukan kelompok tersebut, turut memanfaatkan jejaring keagamaan yang lebih luas di tingkat nasional dan regional. Sebagai organisasi massa keagamaan perempuan, ‘Aisyiyah memanfaatkan jejaring nasionalnya dengan Muhammadiyah. Sementara, PEKKA mengakses jejaring Nahdlatul Ulama di beberapa daerah. 

3. Forum multi-pihak (biasanya dengan keanggotaan gender campuran) 

Sejumlah OMS mendukung penduduk desa untuk membentuk kelompok multi-pihak (biasanya beranggotakan berbagai jenis gender) untuk memenuhi kebutuhan perempuan dan untuk memiliki representasi dan pengaruh yang lebih baik dalam pengambilan keputusan dan pembangunan desa. BaKTI mendukung warga desa untuk membentuk Kelompok Konstituen Maju Mele di tingkat desa (lihat studi kasus Cerita Perubahan di Lombok Timur Bab 4) untuk fokus pada advokasi bagi perempuan. FPL dan mitra daerahnya, SPI di Labuhan Batu mendukung warga desa untuk membentuk Layanan Berbasis Komunitas (LBK) yang dibahas di Bab 5. Kelompok-kelompok ini berfungsi secara strategis dalam berbagai cara: 

  • Sebagai mekanisme bagi perempuan untuk membangun jejaring dengan desa, tokoh sosial, budaya dan agama, 
  • Sebagai mekanisme untuk meningkatkan dukungan publik terhadap perempuan desa dan advokasi kebijakan terkait Peraturan Desa yang baru, pendanaan dan keputusan tentang isu-isu prioritas perempuan dan inklusi gender, dan 
  • Sebagai jembatan antara OMS dan masyarakat. 

Kelompok multi-pihak dan forum lain merupakan cara yang berguna untuk memulai dan memelihara hubungan positif dengan pemegang kekuasaan yang ada di tingkat desa—baik untuk perempuan desa maupun untuk OMS pendukung. Forum yang terdiri dari campuran pemegang kekuasaan yang ada (baik yang terkait dengan pemerintah atau masyarakat), serta anggota lainnya, sangat membantu untuk menghubungkan kepada perangkat pemerintahan desa, memberikan masukan dalam perencanaan tentang UU Desa, dan bagi perangkat desa mendapatkan dukungan secara tidak langsung dari anggota forum tersebut untuk mendorong pengesahan rancangan Peraturan Desa. 

Di satu sisi, forum multi-pihak berpotensi mengurangi kemungkinan kebencian dari pejabat laki-laki di desa karena mereka juga termasuk dalam forum tersebut, terutama di desa-desa yang memiliki struktur patriarki yang kuat. Hal ini juga berpotensi meminimalkan risiko bahwa aksi kolektif perempuan di masa mendatang dianggap mengancam struktur kekuasaan karena hubungan dibangun, pengetahuan dibagikan, dan rumor dapat dikurangi, terutama jika anggota berasal dari berbagai kelompok sosial yang berbeda di desa. Forum multi-pihak dengan keanggotaan gender yang beragam juga berpotensi untuk memanfaatkan berbagai jejaring di desa untuk mendapatkan dukungan, untuk menciptakan berbagai sumber tekanan untuk melobi pembuat keputusan atas perubahan. Dalam kasus Lombok Timur, anggota mendukung Kepala Desa baru yang diambil dari kelompok mereka sendiri dan menggunakan keterampilan politik dan jejaring yang mereka kembangkan melalui kelompok tersebut untuk kemudian mendukung keberhasilan pencalonannya. 

Di sisi lain, forum multi-pihak ini mengandung risiko bahwa struktur keanggotaan kelompok dan dinamika internal kelompok mencerminkan pola di mana laki-laki memperoleh posisi kepemimpinan kelompok dan memiliki suara yang paling kuat di dalam kelompok, terutama sekali lagi di desa-desa dengan struktur yang sangat patriarkal. Ini juga berisiko bahwa anggota perempuan kurang bersedia untuk berbicara tentang preferensi mereka atau gugup menjadi anggota kelompok di awal. Bab 4 mengilustrasikan dengan tepat tantangan bagi perempuan menggunakan agensinya dalam konteks patriarki tersebut. Risiko tambahan lainnya adalah bahwa anggota perempuan yang bergabung dengan kelompok cenderung lebih terbiasa bersuara di desa dan perempuan yang lebih rentan dikucilkan. Di Labuhan Batu, risiko tersebut juga dimitigasi dengan terlebih dahulu mendukung pembentukan kelompok perempuan dan kemudian membentuk forum multi-pihak. 

4. Mendukung dan berkolaborasi dengan berbagai kelompok 

Dalam diskusi di atas tentang bekerja dengan kelompok yang ada, kami mengidentifikasi bagaimana beberapa organisasi menggunakan campuran strategi untuk bekerja dengan kelompok yang ada dan yang baru. DAMAR menggunakan strategi ini dalam bekerja dengan FAKTA dan organisasi lain di Kabupaten Tanggamus, tetapi juga mendirikan kelas pendidikan gender untuk banyak kelompok sosial, tidak hanya perempuan—meskipun dalam kelas terpisah, sehingga masing-masing dapat belajar dengan caranya sendiri. Ada kelas untuk laki-laki (Kelas Bapak), dan kelas untuk remaja (Kelas Remaja). 

PEKKA menggunakan strategi serupa untuk bekerja dengan kelompok baru dan yang sudah ada. Ini khususnya penting dalam konteks yang sulit di mana mereka harus menavigasi struktur kekuasaan yang ada di mana kekuasaan dipegang oleh beberapa orang berpengaruh, yang saling berhubungan melalui jejaring keluarga dan sosial-agama. Pemangku kekuasaan tersebut cenderung mendominasi pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Mengingat pekerjaan PEKKA menyasar perempuan kepala keluarga yang dapat berada dalam situasi sangat rentan, dalam mengantisipasi perlawanan politik terhadap agenda mereka di antara pemegang kekuasaan yang ada, mereka menggunakan strategi campuran yaitu berkolaborasi dengan kelompok yang ada, mendukung pembentukan kelompok baru dan mendirikan forum multi-pihak (sering kali di tingkat supra-desa) untuk terhubung dengan pemegang kekuasaan ini sehingga memiliki kesempatan yang lebih baik untuk mengatasi tantangan. FAKTA-DAMAR menggunakan strategi ini di tingkat kabupaten untuk memengaruhi perumusan Peraturan Daerah. 

Masing-masing strategi yang diuraikan di atas dalam mendukung perempuan melalui berbagai jenis struktur kelompok memiliki kekuatan dan keunggulan tersendiri. Kelompok perempuan eksklusif memberikan ruang yang aman untuk membangun kapasitas dan solidaritas, tetapi membutuhkan banyak sumber daya dan membutuhkan waktu yang signifikan untuk membangun kepercayaan dan mendukung perempuan untuk berorganisasi. Kelompok yang ada membantu memperluas keanggotaan dengan cepat tetapi berisiko mengikuti agenda yang telah ditetapkan. Pembentukan forum multi-pihak membantu perempuan dan OMS untuk membangun dukungan yang lebih luas, tetapi belum tentu menjadi ruang yang nyaman bagi perempuan, terutama perempuan rentan dan bila mereka adalah satu-satunya kelompok yang didukung, berisiko dibajak oleh elit tertentu. Mendukung berbagai bentuk kelompok dengan beberapa anggota tergabung dalam beberapa kelompok dapat membantu mengurangi risiko bagi perempuan, yang dapat timbul apabila hanya mendukung satu kelompok saja. 

Konteks Kabupaten
Konteks Desa
Jalur Pengaruh: Agensi Perempuan dan Aksi Kolektif
Jalur Pengaruh: Struktur & Dukungan OMS untuk Kelompok dan Agensi Perempuan
Jalur Pengaruh: Strategi OMS yang Terencana dan Adaptif
Keluaran: Undang-Undang Desa